BISNIS.COM, JAKARTA—Himpunan Pengusaha Jasa Tenaga Kerja Indonesia mendesak pengusutan tuntas dugaan penyimpangan penggunaan dana anggaran pengadaan sistem pengawasan dan pengelolaan data proteksi TKI 2012.
Ketua Bidang Etik Himpunan Pengusaha Jasa Tenaga Kerja Indonesia (Himsataki) Yunus M. Yamani menyatakan harga borongan pekerjaan senilai Rp19,7 miliar yang dibebankan pada Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran Direktorat Penempatan Tenaga Kerja Luar Negeri 2012.
Angka tersebut, lanjutnya, termasuk pajak yang harus dibayarkan oleh penyedia jasa sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Menurut dia, cara pembayarannya dilakukan sebanyak dua kali, dengan rincian pembayaran pertama sebesar 20% atau sekitar Rp3,9 miliar dan sisanya 80% atau sebesar Rp15,8 miliar.
“Namun, pada kenyataannya pelaksanaan pengadaan sistem pengawasan dan pengelolaan data proteksi TKI itu syarat dengan kelemahan,” ujar Yunus hari ini, Senin (15/4/2013).
Jadi, dia menambahkan berdasarkan data yang diperoleh banyak penyimpangan yang terjadi, sehingga anggaran belum layak dicairkan karena pengerjaan baru dilaksanakan 56%.
Berdasarkan peraturan, term kedua anggaran baru dapat dicairkan jika pengerjaan dilaksanakan minimal 98%, tapi kenyataannya baru 56% dan diduga ada rekayasa seakan selesai dikerjakan 98%.
Sesuai dengan surat perjanjian (kontrak) tertanggal 19 Oktober 2012 tertulis pelaksanaan pekerjaan 60 hari kalender terhitung sejak 19 Oktober 2012 dan berakhir 15 Desember 2012.
“Untuk itu, kami meminta agar diusut proses tender pelaksanaan proyek bebas atau tidak dari kolusi, korupsi dan nepotisme,” ungkapnya.
Himsataki juga menyoroti hasil pemeriksaan atas barang yang dikirim tidak sesuai dengan perjanjian di kontrak dan pengiriman barang ke Malaysia dan Arab Saudi tidak sesuai dengan batas waktu.
Yunus menilai pengadaan barang di delapan provinsi dalam proyek tersebut ditambah dengan Jeddah dan Kuala Lumpur hanya membuang anggaran, karena Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) mengadakan sistem yang hampir sama. (*)