BISNIS.COM, SEMARANG -- Hakim ad hoc nonaktif Pengadilan Tipikor Pontianak Heru Kisbandono divonis penjara selama 6 tahun dalam kasus penyuapan terkait sidang korupsi APBD Grobogan.
Majelis hakim pengadilan tindak pidana korupsi (Tipikor) Semarang menyatakan terdakwa terbukti melanggar dakwaan primer, yakni Pasal 12 ayat 1 (c) Undang Pemenrantasan Tipikor Juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP.
“Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama,” ujar Majelis Jhon Halaan Butarbutar, Senin (18/3/2013).
Selain hukuman penjara, terdakwa juga divonis membayar denda Rp200 juta. Apabila denda tersebut tidak dibayar maka diganti kurungan selama 4 bulan penjara.
Vonis tersebut lebih ringan dibandingkan dengan tuntutan jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yakni penjara selama 10 tahun dan denda Rp350 juta.
Majelis menyatakan hal yang memberatkan adalah terdakwa berprofesi sebagai hakim Tipikor Pontianak yang seharusnya memberantas korupsi. Selain itu perbuatan terdakwa tidak sesuai dengan program pemerintah dalam memberantas korupsi.
Adapun hal yang meringankan terdakwa menurut majelis hakim adalah terdakwa mengungkap peran hakim yang melakukan korupsi.
Seusai pembacaan vonis, penasehat hukum terdakwa menyatakan pikir-pikir atas putusan tersebut. Hal yang sama juga dilakukan oleh Jaksa KPK.
Kasus suap hakim ini terungkap setelah KPK menangkap Hakim Pengadilan Tipikor Semarang Kartini Marpaung dan Heru Kisbandono karena menerima suap dari Sri Dartuti.
Sri Dartuti merupakan adik dari Muhamad Yaeni yang sedang disidang oleh Pengadilan Tipikor Semarang dalam korupsi APBD Grobogan. Penyuapan tersebut diduga dilakukan guna meringankan hukuman Muhamad Yaeni.
Dalam sidang yang terpisah Sri Dartuti telah divonis lebih dulu dengan hukuman penjara 4 tahun dan denda Rp150 juta. Sementara itu, Kartini Marpaung baru saja menjalani sidang tuntutan dengan ancaman penjara selama 15 tahun dan denda Rp750 juta.