JAKARTA: Banjir tahunan dan lingkungan kumuh di Jakarta dinilai merupakan akibat masifnya pembangunan kota yang tidak tepat.
Mike Douglass, Kepala Asian Urbanism Cluster dari Universitas Nasional Singapura, mengatakan sejak 1980-an, berbagai pembangunan muncul secara bersamaan di Jakarta dan sekitarnya.
Mulai dari menara-menara pencakar langit, sentra bisnis, pusat perbelanjaan, franchise, hingga perumahan berkonsep kota mandiri.
Pada 2009, dalam satu tahun saja, pembangunan mega proyek di Jakarta meningkat 30%, terutama untuk pusat perbelanjaan dan hub korporasi.
"Hal ini kemudian mengakibatkan dampak negatif terhadap lingkungan,” ujarnya di sela seminar 'Spatial Justice In Asian City-The Case of Jakarta', Jumat (25/1/2013).
Selain dampak negatif terhadap lingkungan, dia menambahkan, pembangunan mega proyek yang masif tersebut semakin mendorong masyarakat marjinal ke area-area yang rawan bencana seperti banjir.
Berdasarkan data dari Douglass, 20%-30% dari populasi Jakarta tinggal di kawasan kumuh, dimana 40% kawasan tersebut berada di Jakarta Utara dan 37% di Jakarta Barat.
Masyarakat inilah yang menjadi korban saat bencana banjir seperti pada 2007 dan beberapa minggu lalu melanda Jakarta. (ra)