JAKARTA-- Produsen cat asal Norwegia, PT Jotun Indonesia, memperkarakan perusahaan pelayaran PT Djakarta Lloyd (Persero) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat karena dianggap cidera janji dalam pembayaran utang.
Menurut Munadi, Kuasa Hukum Jotun, utang berawal dari pembelian cat dan tiner dari kliennya oleh tergugat yang totalnya sekitar US$380.000.
“Utang terjadi beberapa kali, mencapai 29 faktur, dan semuanya tidak dibayar. Karena itu klien kami mengajukan permohonan sita atas kapal tergugat,” katanya.
Kapal milik tergugat kemudian disita oleh otoritas Singapura setelah dikabulkannya permohonan penggugat. Tergugat, katanya, berinisiatif membuat perjanjian dengan kliennya agar dapat melepas kapal tersebut.
Dalam perjanjian pada 2009 itu Djakarta Lloyd mendapat pengurangan utang hingga 30% sehingga menjadi pinjamannya US$230.000 dengan syarat membayar secara angsur sebanyak delapan kali. “Kenyataannya, mereka baru mencicil dua kali, setelah itu tidak membayar lagi,” ujar munadi.
Atas dasar adanya perjanjian untuk membayar utang, dengan bunga dan denda keterlambatan, Jotun mengajukan gugatan ke pengadilan.
Kuasa hukum tergugat dari Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara mengklaim kliennya tidak pernah menerima somasi dan tidak merasa membuat perjanjian dengan penggugat.
“Klien kami merasa tidak ada perjanjian itu, sehingga tidak bisa disebut wanprestasi,” katanya.
Dia juga menuturkan bahwa kondisi keuangan Djakarta Lloyd-lah yang membuat tidak mungkin untuk membayar utang seluruhnya. Karena itu, menurutnya, tidak ada unsur kesengajaan dari manajemen.
Munadi menolak klaim bahwa kliennya tidak pernah memberikan somasi atas pembayaran utang. “Kami sudah memberikan peringatan beberapa kali, tapi mereka tidak memberit tanggapan,” tegasnya.
Penggugat meminta ganti rugi dari utang pokok US$175.000 dan denda yang dihitung sejak 2009 senilai US$45.000. Sidang perkara wanprestasi ini diajukan pada November 2011.
Sidang yang digelar Selasa (10/7) telah masuk tahap saksi dengan menghadirkan saksi fakta penggugat, karyawan unit keuangan.
Bukan kali ini saja perusahaan yang didirikan sejak 1950 ini diperkarakan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Januari tahun lalu tim kurator N.V. De Indonesische Overzeesee Bank atau The Indonesia Overseas Bank (Indover Bank) mengajukan permohonan pailit.
Permohonan itu ditolak, baik di tingkat pengadilan pertama maupun kasasi di Mahkamah Agung. Hakim pengadilan negeri menyatakan bahwa termohon kasasi hanya dapat dipailitkan oleh Menteri Keuangan RI sesuai dengan pasal 2 ayat (5) UU Kepailitan. (bas)