Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

 

JAKARTA: Ahli mikroba Syamsu Hidayat mengungkapkan seorang peneliti tidak mengetahui asal-usul sampel yang ditelitinya guna mencegah tidak terjadi konlik kepentingan pada hasil penelitiannya.

 

“Jika pada akhirnya peneliti memiliki konflik kepentingan dengan hasil penelitiannya, maka hasil karyanya itu dapat dibatalkan atau dicabut karena melanggar etik yang diberlakukan secara universal,’ungkap Syamsu Hidayat sebagai ahli dalam perkara gugatan tentang susu formula di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin 13 Februarii.

 

Dalam kegiatan penelitian itu, lanjutnya, peneliti hanya mengetahui sampel A, B dab C. “Yang bersangkutan tidak boleh mengetahui, sampel A itu berasal dari mana dan kepentingannya siapa, apalagi jika si peneliti telah mengetahui asal-usul perusahaan yang menyodorkan sampelnya. Itu artinya yang bersangkutan sudah melanggar etika dalam menjalankan tugas sebagai seorang peneliti,” katanya.

 

Menurutnya, seorang peneliti juga tidak bisa mengumumkan hasil penelitiannya, tanpa melibatkan komisi etik yang dibentuk di universitas, di mana peneliti melakukan penelitian.

 

“Peneliti tidak dapat begitu saja mengumumkan hasil penelitiannya karena pengumuman yang dilakukan melalui jurnal kesehatan itu hanya dapat dilakukan universitas, tempat di mana diselenggarakan penelitian tersebut,” katanya.

 

Dalam menyampaikan pendapatnya itu, majelis hakim yang diketuai Lydia Sasando Parapat mempertanyakan, bagaimana jika seorang peneliti sebenarnya telah mengetahui apa yang akan ditelitinya.

 

“Artinya, peneliti itu telah memiliki konflik kepentingan dalam penelitiannya dan universitas yang menunjuknya melakukan penelitian dapat mencabut makalahnya karena dinilai melanggar etik penelitian,”ungkapnya.

 

Pendapat ahli itu berkaitan bantahan yang diajukan Universitas Indonesia dan Universitas Hasanuddin atas pelaksanaan putusan Mahkamah Agung (MA) yang memerintahkan IPB mempublikasikan nama-nama produsen susu formula yang diduga mengandung Enterobacter Sakazakii.

 

Dalam surat gugatnya, UI dan UNHAS melalui kuasa hukumnya dari kantor pengacara Law Firm Bob Nasution & Rekan mengatakan gugatan bantahan tersebut diajukan mengingat penelitian ilmiah yang dilakukan oleh dosen pada perguruan tinggi terikat dengan etika penelitian.

 

Oleh karenanya, apabila kerahasiaan terhadap nama dan jenis produk yang digunakan sebagai sampel tersebut tidak dijaga, maka akan menimbulkan kerugiaan pihak lain. Hal tersebut, jelasnya, sejalan dengan UU No.16/1997 tentang Statistik dan Pasal 1365 KUH Perdata.

 

Sementara itu, David M.L. Tobing, pemohon sita eksekusi dalam perkara tersebut, mengaku siap menghadapi empat gugatan yang dilayangkan universitas tersebut. Menurut dia, hukum memiliki posisi yang lebih tinggi dibandingkan kode etik.

 

“Hukum itu lebih tinggi dibandingkan etika.Sampai saat ini belum ada etika profesi perguruan tinggi yang dibakukan. Jadi menurut saya etika profesi itu tidak bisa mengalahkan hukum,” jelasnya. (ea)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper