Kabar24.com, JAKARTA—Dengan meneriakkan “jangan pernah ada lagi,” ratusan ribu anak muda AS dan pendukung mereka turun ke jalan berdemo menuntut pemerintah untuk memperketat pengawasan senjata api.
Aksi demo besar-besaran itu dilakukan atas ajakan para korban selamat dalam insiden penembakan di sebuah sekolah terhadap para siswa yang mengakibatkan 17 orang tewas.
Demo yang disebut sebagai salah satu yang terbesar sejak beberapa puluh tahun di Amerika Serikat itu memrotes sikap para anggota parlemn dan Presiden Donald Trump yang mengabaikan tuntutan pengetatan pengawasan senjata api.
Dalam aksi yang disebut “March For Our Lives” itu para pendemo memenuhi kawasan Pennsylvania Avenue di Washington untuk mendengarkan berbagai orasi dari korban selamat pada insiden 14 Februari lalu tersebut.
Peristiwa berdarah itu terjadi di Marjory Stoneman Douglas High School Parkland, Florida.
Seorang korban selamat, Emma Gonzalez membacakan nama-nama korban tewas dan kemudian berdiam menyampaikan doa untuk mereka.
Sambilmeneteskan air mata dia ikut menyampaikan orasinya yang menyentuh hati untuk mengenang insiden itu sebagaimana dikutip Reuters, Minggu (25/3).
Meskipun demonstrasi reformasi kepemilikan senjata api mampu mendatangkan ratusan ribu simpatisan, namun topik itu masih membelah AS.
Hak memiliki senjata dilindungi Amendemen Kedua Konstitusi AS dan kelompok lobi prosenjata National Rifle Association (NRA) masih sangat berpengaruh.
Gedung Putih merilis pernyataan yang memuji "banyak anak muda pemberani AS menggunakan hak Amendemen Pertama.
Gedung Putih juga menegaskan telah melakukan sejumlah langkah untuk menangani kekerasan bersenjata seperti melarang penggunaan bump stock (perangkat yang meningkatkan kemampuan senapan semiotomatis).
Meski demikian para demonstran kecewa karena Presiden Donald Trump, yang berada di resor Mar-a-Lago di Florida selama akhir pekan ini, tidak merilis satu cuitan pun yang mendukung demonstrasi.