Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

SUAP PAL: Sektor Pertahanan Rentan Korupsi

Penetapan petinggi PT PAL Indonesia sebaagi tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi atas dugaan suap terkait penjualan kapal Strategic Sealift Vessel kepada Filipina membuktikan rentannya sektor pertahanan, khususnya pengadaan alutsista yang menjadi lahan penyimpangan.
Direktur Utama PT PAL Indonesia M Firmansyah Arifin dengan rompi tahanan, seusai diperiksa di Gedung KPK, Jumat  malam (31/3)./Antara-Sigid Kurniawan
Direktur Utama PT PAL Indonesia M Firmansyah Arifin dengan rompi tahanan, seusai diperiksa di Gedung KPK, Jumat malam (31/3)./Antara-Sigid Kurniawan

Bisnis.com,JAKARTA - Penetapan petinggi PT PAL Indonesia sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi atas dugaan suap terkait penjualan kapal Strategic Sealift Vessel kepada Filipina membuktikan rentannya sektor pertahanan, khususnya pengadaan alutsista yang menjadi lahan penyimpangan.

Dedi Haryadi, Deputi Sekjen Transparansi Internasional Indonesia (TII) mengatakan pada 2016, salah satu pejabat di Kementerian Pertahanan, Teddy Hernayadi, juga divonis penjara seumur hidup atas dugaan korupsi pengadaan alutsista senilai US$12 juta yang dilakukannya dalam rentang waktu 2010 sampai dengan 2014.

Dia mengatkaan, Government Defence Anti-corruption Index yang dirilis oleh Transparency International pada 2015 menempatkan Indonesia pada posisi buruk karena sektor pertahanan yang dinilai sangat rentan terhadap korupsi.

“Pemerintah Indonesia ditempatkan pada grade D yang berarti sangat tinggi terjadinya korupsi di sektor pertahanan. Dalam laporan tersebut disebutkan  problem korupsi pada sektor pertahanan di Indonesia disebabkan oleh dua hal utama yakni lemahnya kapasitas internal dalam proses pengadaan alutsista, dan kedua transparansi dan akuntabilitas dalam proses pengadaan alutsista yang lemah,” ujarnya kepada media, Selasa (4/3/20017).

Dia melanjutkan, potensi dugaan korupsi di sektor alutsista terjadi mulai dari proses pembelian hingga perawatan. Pola korupsi di sektor alutsista diduga terjadi dalam beberapa bentuk, antara lain penggelembungan harga pembelian, pembelian alutsista yang berada di bawah spesifikasi, hingga pemangkasan biaya perawatan.

Menurutnya, kondisi yang demikian disebabkan oleh beberapa hal seperti tertutupnya ruang lembaga independen seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengusust kasus korupsi, khsusunya yang melibatkan oknum aparat TNI lantaran reformasi peradilan militer melalui revisi Undang – Undang (UU) No 31/1997 yang hingga saat ini belum selesai dilakukan. Akibatnya, lembaga seperti KPK sulit melakukan investigasi dugaan korupsi yang melibatkan oknum anggota TNI.

Penyebab berikutnya, lanjut dia, masih terlibatnya pihak ketiga atau broker dalam pengadaan alustasta menjadi salah satu pemicu utama dalam korupsi pengadaan alutsista. Hal itu terlihat dalam kasus PT PAL, jet tempur Sukhoi pada pemerintahan yang lalu. Selain itu, pembelian alutsista bekas membuka ruang terjadinya skandal korupsi karena sulit untuk dimonitoring khsusunya terkait dengan proses peremajaan spesifikasi sebelum dibeli kembali.

Penyebab lainnya,  dalih tentang rahasia negara dalam pembelian alutsista juga menyulitkan dalam upaya pemberantasan korupsi di sektor ini. "DPR  kurang melakukan pengawasan dalam proses pengadaan dan pemeliharaan alutsista juga menjadi ruang yang berpotensi terjadinya korupsi di sektor pertahanan,” paparnya.

Adnan Topo Husodo, Koordinator Indonesia Corruption Watch mengapresiasi langkah KPK dalam pengungkapan kasus korupsi di PT PAL Indonesia. Langkah itu harus ditindaklanjuti dengan membongkar adanya dugaan keterlibatan pihak lain dalam kasus ini.

Namun, pihaknya berharap agar KPK  membongkar dugaan kasus-kasus korupsi alutsista lainnya, yakni pembelian Sukhoi yang dilakukan di masa pemerintahan yang lalu, pembelian rudal MLRS, dan kasus-kasus lainya. "Sebagian dari kasus tersebut sudah kami laporkan kepada KPK dan kami berharap agar dapat segera ditindak lanjuti,” ungkapnya.

Sementara itu, Al Araf, Direktur Eksekutif Imparsial menyatakan untuk meminimalisasi ruang potensi terjadinya korupsi di sektor pengadaan alutsista maka pemerintah perlu melakukan beberapa langkah seperti mereformasi peradilan militer melalui revisi UU 31/1997 harus segera dilakukan, kemudian pembelian alutsista tidak boleh melibatkan pihak ketiga.

“Langkah lainnya, pembelian alutsista harus dilakukan secara government to government, lalu pengadaan alutsista seharusnya membeli barang baru dan tidak membeli barang bekas, transparan dan akuntabel sesuai dengan prinsip-prinsip good and clean governance, dan pengawasan yang ketat oleh parlemen serta mendorong pelibatan dan pengawasan publik, dan melakukan penguatan mekanisme pengawasan internal,” pungkasnya.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper