Kabar24.com, JAKARTA-- Psikolog sosial dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Faturochman, mengatakan ada konstruksi budaya di Indonesia yang menyebabkan istri dan keluarga biasanya ikut tersandung bila seorang pejabat terbukti melakukan korupsi.
SIMAK: Dinas Pendidikan DKI Kapok Dukung Jakbook & Edu Fair
Pertama, kata dia, adalah nilai kekeluargaan atau kekerabatan yang sangat lekat dalam budaya Timur.
BACA JUGA: Jokowi Ogah ‘Mengemis’ ke Investor Singapura
"Keluarga adalah bagian penting dari seorang individu, sehingga jika sekali pun keluarga salah akan tetap dibela," kata Faturochman, Senin (27/7/2015).
Selain itu, seorang pejabat pada umumnya terdorong korupsi untuk mengamankan keluarga, baik istri maupun anak. Secara sadar atau tidak, kata Faturochman, korupsi dilalukan untuk menjaga status sosial dan ekonomi keluarga.
BACA JUGA: PILKADA KEDIRI 2015: PAN Bikin Artis Hengky Kurniawan Kecewa
"Suami begitu cinta istri, sehingga semua permintaan akan dipenuhi."
Aliran dana korupsi pun, ucap dia, banyak yang masuk ke rekening para istri pejabat, karena dalam pernikahan suami pasti menitipkan uang ke istri. Pasangan yang terlanjur dimanjakan oleh kenikmatan materi, kata Faturochman, bisa saja merancang kultur bersama untuk membela dan melanjutkan perbuatan korupsi demi meningkatkan kemakmuran.
Modus
Psikolog politik dari Universitas Indonesia (UI), Hamdi Muluk, juga mengatakan berbagai modus dilakukan pejabat untuk menyembunyikan dana korupsi.
"Istri menjadi tempat menaruh duit, lalu istri yang akan melakukan pencucian uang," kata Hamdi.
Istri-istri koruptor, kata Hamdi, biasanya memanfaatkan bisnis pribadi sebagai kedok menyimpan uang. Bahkan, ada pejabat yang sengaja mengambil istri muda untuk menyimpan duit hasil korupsinya.
Hamdi mengatakan, korupsi biasanya memang bukan kejahatan tunggal. Banyak pihak yang ikut berkongkalikong untuk menilap duit negara, termasuk kerja sama antara suami dan istri.
Dalam sejumlah kasus, korupsi tak cuma dilakukan suami, tapi juga oleh istri. Beberapa istri pejabat bahkan telah menjadi tersangka atau menjalani masa hukuman.
Misalnya saja anggota DPR M. Nazaruddin dan istrinya Neneng Sri Wahyuni yang terjerat kasus suap pembangunan wisma atlet Palembang. Bupati Karawang Ade Swara dan Nurlatifah yang memeras perusahaan yang mengajukan izin pemanfaatan ruang dan Wali Kota Palembang Romi Herton dan istrinya Masyitah yang disidang bersama karena menyuap Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar.