Bisnis.com, JAKARTA -- Kebijakan tarif balasan atau reciprocal tariff Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, memicu perlawanan. China telah mengumumkan tarif balasan terhadap impor barang dari AS. Sementara itu, Ini Eropa plus Kanada, juga telah menyiapkan langkah untuk melawan tarif Trump.
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China, Lin Jian's telah secara terbuka menegaskan penolakannya terhadap kebijakan tarif AS di bawah pemerintahan Donald Trump. Lin bahkan menyebut tindakan Trump telah merusak sistem perdagangan multilateral dan mengganggu stabilitas tatanan ekonomi global.
"Apa yang dilakukan AS adalah langkah khas unilateralisme, proteksionisme, dan intimidasi ekonomi," kata Lin dalam konferensi pers reguler yang berlangsung, Senin (7/4/2025) kemarin.
Lin memprediksi bahwa kebijakan sepihak Trump akan merugikan AS. Apalagi, penetrasi China ke pasar AS cukup besar. Data resmi pemerintahan AS, menunjukkan bahwa impor AS dari China selama 5 tahun terakhir cenderung konstan di kisaran US$400 miliar hingga US$500 miliar. Rata-ratanya di angka US$467,7 miliar.
Sementara itu, data United States Trade Representative atau USTR menunjukkan total perdagangan barang AS dengan China mencapai $582,4 miliar pada tahun 2024. Apabila dirinci, nilai ekspor barang AS ke China pada tahun 2024 hanya sebesar $143,5 miliar, turun 2,9 persen ($4,2 miliar) dari tahun 2023.
Baca Juga
Sedangkan, impor barang AS dari China pada tahun 2024 mencapai $438,9 miliar, naik 2,8 persen ($12,1 miliar) dari tahun 2023. Defisit perdagangan barang AS dengan China mencapai $295,4 miliar pada tahun 2024, meningkat 5,8 persen ($16,3 miliar) dari tahun 2023.
Adapun China telah menegaskan posisinya terhadap kebijakan Donald Trump. Mereka melawan. China, kata Lin, tetap akan berdiri dalam sejarah yang benar dan menolak setiap intimidasi ekonomi sembari tetap mendorong kerja sama dengan semua negara untuk memastikan proses transaksi ekonomi bisa berjalan secara adil.
"China bersedia bekerja sama dengan semua pihak untuk menegakkan multilateralisme sejati, bersama-sama menjaga sistem perdagangan multilateral dengan WTO, dan mempertahankan keadilan dan kewajaran internasional."
Trump Tebar Ancaman
Sementara itu, Presiden AS Donald Trump mengancam akan memberlakukan tarif tambahan sebesar 50% terhadap China, kecuali Beijing menarik tarif balasan sebesar 34% terhadap barang-barang AS.
Trump menuduh China melakukan tindakan balasan terhadap AS dengan mengenakan tarif tambahan sebesar 34%, yang dia gambarkan sebagai tarif yang telah memecahkan rekor, tarif non-moneter, subsidi ilegal terhadap perusahaan, dan manipulasi mata uang jangka panjang yang masif.
"Jika China tidak menarik kenaikan tarif sebesar 34% di atas pelanggaran perdagangan jangka panjang mereka paling lambat besok, 8 April 2025, Amerika Serikat akan mengenakan tarif tambahan sebesar 50% terhadap China, yang akan berlaku mulai 9 April," tulis Trump di Truth Social, Senin (7/4/2025).
Dia pun menyatakan bahwa ia telah memperingatkan bahwa negara mana pun yang mengenakan tarif tambahan kepada AS, di atas penyalahgunaan tarif jangka panjang yang ada, akan menghadapi tarif baru dan jauh lebih tinggi, di atas yang awalnya ditetapkan.
Trump juga menambahkan bahwa semua pembicaraan dengan China terkait permintaan pertemuan dengan akan dihentikan.
"Negosiasi dengan negara lain, yang juga telah meminta pertemuan, akan segera dimulai," tambahnya.
Di sisi lain, pemerintah China merespons keras ancaman Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang akan memberlakukan tarif impor tambahan sebesar 50%.
Melansir Reuters, Selasa (8/4/2025), Kedutaan Besar China di AS menyebut ancaman Trump tersebut sebagai simbol dari sikap unilateralisme dan proteksionisme.
Juru bicara Kedutaan Besar China Liu Pengyu mengatakan pemerintah China telah berulang kali menegaskan bahwa upaya menekan dan mengancam China bukanlah pendekatan yang efektif. "China akan dengan tegas mempertahankan hak dan kepentingannya,” jelas Pengyu.
Eropa Siapkan Balasan
Adapun Uni Eropa kemungkinan akan menyetujui serangkaian tindakan balasan yang ditargetkan untuk impor AS senilai $28 miliar, mulai dari benang gigi (dental floss) hingga berlian.
Jika hal tersebut terjadi maka Uni Eropa akan bergabung dengan China dan Kanada dalam memberlakukan tarif pembalasan terhadap AS dalam eskalasi awal yang dikhawatirkan beberapa pihak akan menjadi perang dagang global, membuat barang-barang menjadi lebih mahal bagi miliaran konsumen dan mendorong ekonomi di seluruh dunia ke dalam resesi.
Blok yang terdiri dari 27 negara itu menghadapi tarif impor 25% untuk baja dan aluminium serta mobil dan tarif “timbal balik” sebesar 20% yang berlaku mulai Rabu (9/4/2025) untuk hampir semua barang buatan Uni Eropa.
Tarif Trump mencakup sekitar 70% ekspor Uni Eropa ke AS, senilai total 532 miliar euro (US$585 miliar) tahun lalu, dengan kemungkinan bea masuk untuk tembaga, obat-obatan, semikonduktor, dan kayu yang akan diberlakukan.
Komisi Eropa, yang melakukan koordinasi kebijakan perdagangan Uni Eropa, akan mengusulkan kepada para anggotanya daftar produk AS yang akan dikenakan bea masuk tambahan sebagai tanggapan atas tarif baja dan aluminium Trump, dan bukan pungutan resiprokal yang lebih luas.
Daftar yang disiapkan tersebut akan mencakup daging, sereal, anggur, kayu, dan pakaian AS serta permen karet, dental floss, penyedot debu, dan tisu toilet.
Salah satu produk yang mendapat perhatian lebih dan menimbulkan perselisihan di blok tersebut adalah minuman beralkohol jenis Bourbon. Komisi telah menetapkan tarif 50%, yang mendorong Trump untuk mengancam tarif balasan 200% terhadap minuman beralkohol Uni Eropa jika blok tersebut tetap melanjutkannya.
Adapun, eksportir wine Prancis dan Italia telah menyatakan keprihatinannya. Uni Eropa, yang ekonominya sangat bergantung pada perdagangan bebas, ingin memastikan bahwa mereka mendapat dukungan luas untuk setiap tanggapan untuk menjaga tekanan pada Trump pada akhirnya untuk memasuki negosiasi.
Luksemburg akan menjadi tuan rumah pertemuan politik Uni Eropa yang digelar untuk pertama kalinya sejak pengumuman tarif Trump, di mana para menteri yang bertanggung jawab atas perdagangan dari 27 anggota Uni Eropa akan bertukar pandangan mengenai dampak dan cara terbaik untuk menanggapinya.
Diplomat Uni Eropa mengatakan bahwa tujuan utama dari pertemuan ini adalah untuk menghasilkan pesan persatuan tentang keinginan untuk bernegosiasi dengan Washington untuk menghapus tarif, tetapi juga kesiapan untuk merespons dengan tindakan balasan jika hal itu gagal.
“Ketakutan terbesar kami setelah Brexit adalah kesepakatan bilateral dan pecahnya persatuan, tetapi setelah tiga atau empat tahun negosiasi, hal itu tidak terjadi. Tentu saja, di sini Anda memiliki cerita yang berbeda, tetapi semua orang dapat melihat adanya ketertarikan pada kebijakan komersial yang sama."