Bisnis.com, JAKARTA - Tidak lebih dari lima pekan berselang, Negeri Paman Sam telah mengirimkan dua pesan berharga sekaligus bagi industri asuransi pada khususnya dan manajemen risiko pada umumnya.
Pertama, kasus pembunuhan Brian Thompson, CEO perusahaan asuransi United Healthcare oleh Luigi Mangione (26) di luar Hotel Hilton Midtown Manhattan (Rabu 4/12/2024) yang mengisyaratkan kebencian kepada perusahaan asuransi. Kedua, kasus kebakaran besar yang melanda berbagai lokasi di Los Angeles (LA), California, Amerika Serikat (AS), sejak Selasa, 7 Januari 2025 yang menyadarkan publik akan pentingnya asuransi dan manajemen risiko.
Kebakaran hutan di LA diperkirakan telah menelan kerugian hingga US$150 miliar atau sekitar Rp2.430 triliun. Perkiraan jumlah kerugian itu berdasarkan perhitungan perusahaan perkiraan cuaca di AS, AccuWeather (CNNIndonesia.com, 10/1).
AccuWeather menduga kebakaran hutan yang tercatat menjadi terburuk dalam sejarah California itu mengakibatkan kerugian ekonomi US$135 miliar (sekitar Rp2.185 triliun) hingga US$150 miliar (sekitar Rp2.430 triliun). Ini termasuk kerugian yang diasuransikan dan yang tidak. Angka itu melonjak signifikan dari perkiraan sebelumnya senilai US$52 miliar—US$57 miliar.
Kebakaran LA mengakibatkan ribuan rumah dan bangunan hangus dilahap api. Sekitar 15.000 bangunan lainnya juga berada dalam risiko terbakar akibat cepatnya penyebaran api. Upaya pemadaman kebakaran masih belum sepenuhnya berhasil.
Industri asuransi bersiap menghadapi pukulan yang signifikan. Analis dari Morningstar dan JP Morgan memperkirakan kerugian yang diasuransikan lebih dari US$8 miliar. Hal ini dapat memperburuk tantangan yang ada yang dihadapi oleh industri, yang telah berjuang untuk mengatasi meningkatnya frekuensi dan tingkat keparahan bencana alam.
Ketika tingkat kerusakan menjadi jelas, perusahaan asuransi akan dipaksa untuk mengevaluasi kembali penilaian risiko dan strategi penetapan harga mereka, yang berpotensi menyebabkan premi yang lebih tinggi dan opsi pertanggungan yang berkurang bagi pemilik rumah di daerah berisiko tinggi.
Akibatnya, banyak orang beralih ke rencana asuransi yang didukung pemerintah negara bagian California, yang seringkali lebih mahal dan menawarkan perlindungan yang lebih sedikit.
Sama seperti di Indonesia, kebakaran hutan dan lahan adalah fenomena yang umum di AS, terutama di negara-negara bagian California, Nevada, dan Arizona.
Akan tetapi, kebakaran pada tahun ini begitu besar dan dahsyat. Penyebab utama penyebaran api yang begitu masif adalah hembusan kencang angin tahunan Santa Ana. Peran manusia yang tidak siap menghadapi bencana ikut membuat kebakaran makin sulit diredakan.
Di Indonesia, berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), kebakaran hutan dan lahan (karhutla) biasanya selalu meningkat saat muncul fenomena El Nino. El Nino yang ditandai dengan meningkatnya suhu perairan di Pasifik timur dan tengah menyebabkan kenaikan suhu dan kelembaban atmosfer di atasnya.
Fenomena El Nino dapat menyebabkan kekeringan parah di sebagian wilayah, termasuk Indonesia, dan berdampak pada karhutla. Beberapa daerah di Indonesia yang menjadi langganannya adalah Riau, Jambi, Sumatra Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, dan Nusa Tenggara Timur.
Pada 2023, untuk pertama dalam 20 tahun, data BNPB menunjukkan dalam setahun itu kejadian karhutla mengalahkan banjir. Sepanjang 2023, BNPB mencatat ada sekitar 5.400 kejadian bencana di Indonesia. Perincian kejadian bencana tersebut terdiri dari karhutla (2.051 kejadian), cuaca ekstrem (1.261), banjir (1.255), tanah longsor (591), kekeringan (174), gelombang pasang dan abrasi (33), gempa bumi (31), serta letusan gunung api (4).
Indonesia, menurut Bank Dunia, adalah negara peringkat ke-12 dari 35 negara di dunia yang memiliki risiko tinggi terhadap korban jiwa dan kerugian ekonomi akibat dampak berbagai jenis bencana. Hampir seluruh wilayah di Indonesia terpapar risiko atas lebih dari 10 jenis bencana alam, yakni gempa bumi, tsunami, banjir, tanah longsor, letusan gunung api, kebakaran, cuaca ekstrem, gelombang ekstrem, kekeringan, dan likuifaksi.
Menurut laporan World Risk Report 2023, Indonesia memiliki skor Indeks Risiko Global (WRI) sebesar 43,5 poin pada 2022. Skor tersebut menempatkan Indonesia di posisi kedua tertinggi secara global. Sekitar 100 juta penduduk Indonesia berisiko terkena bencana alam. Sebagian besar masyarakat tak mengetahui ancaman bencana dan tidak bersiap menghadapinya. Hingga gempa bumi diikuti tsunami melanda kembali upaya mitigasi dan kesiapsiagaan sangat minim dilakukan.
Beberapa negara memberikan subsidi premi bagi asuransi bencana alam pada daerah rawan bencana. Di beberapa negara pemerintah bermitra dengan industri asuransi untuk memberikan proteksi pada daerah yang sangat sulit diduga atau menjadi mahal bagi industri asuransi bila menanggungnya sendiri. Skema asuransi gempa bumi di Turki (TCIP) bersifat wajib dengan larangan mendapatkan pinjaman bank setelah bencana bila tidak memiliki asuransi gempa. Pemerintah membayar selisih ganti rugi di atas kemampuan TCIP.
Japan Earthquake Reinsurance (JER) membayar penuh klaim gempa bumi hingga 104 juta yen, kerugian hingga 691 juta yen pemerintah mengganti 50%, kerugian melebihi 6,2 triliun yen pemerintah mengganti 98,4% dan sisanya ditanggung asuransi swasta dan JER. New Zealand Earthquake Commission (EQC) menjamin pemilik rumah secara otomatis dengan risiko gempa bumi bila memiliki polis asuransi kebakaran. Pemerintah menanggung kelebihan kemampuan EQC membayar.
Beberapa risiko yang tidak dapat ditanggung sendiri oleh industri asuransi dapat dilakukan bersama pemerintah dengan pola Public Private Partnership (PPP) untuk mengurangi dampak kerugian ekonomi akibat bencana. Telah banyak wacana dan inisiatif dilakukan untuk membuat agar asuransi bencana dapat dilakukan dengan peran serta pemerintah, tetapi belum terwujud hingga sekarang meski risiko bencana alam sangat tinggi di Indonesia. Termasuk potensi kerugian akibat gagal panen.
Maka, pengembangan program asuransi wajib mendesak segera dilakukan. Pemerintah perlu segera mewujudkan program asuransi wajib yang menjadi amanat UU 40/2014 tentang perasuransian di antaranya asuransi wajib gempa tsunami dan letusan gunung api. PMK No 247/PMK.06/2016 tentang Pengasuransian Barang Milik Negara dalam rangka melaksanakan ketentuan PP 27/2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah telah mengatur kriteria Barang Milik Negara yang dapat diasuransikan (ABMN), yakni berada di daerah rawan bencana dan mempunyai dampak yang besar terhadap prasarana umum apabila rusak atau hilang.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan menetapkan asuransi wajib. Hal ini tertuang dalam Road Map Perasuransian Indonesia 2023—2027. Nantinya, asuransi wajib ini akan meliputi asuransi kendaraan umum hingga asuransi saat ada acara yang melibatkan orang banyak, seperti pertandingan sepak bola. Hal itu berkaca dari tragedi Stadion Kanjuruhan Malang, Jawa Timur. Berdasarkan hasil pemeriksaan, tidak ada pihak yang terlindungi dalam tragedi yang menelan korban hingga lebih dari 700 orang tersebut.
Selain itu, OJK juga akan mewajibkan asuransi kendaraan umum. Saat ini Jasa Raharja hanya menyediakan perlindungan untuk pengendara dan penumpang, belum meliputi kendaraan dan pihak ketiganya. Aturan mengenai dana jaminan kecelakaan seperti yang tercantum dalam Penjelasan Pasal 4 ayat 1 UU No. 34/1964 tentang Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Lalu Lintas Jalan ditujukan bagi pihak ketiga yang bukan penumpang. Berlakunya UU No. 4/2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK) pada 12 Januari 2023, mengubah beberapa ketentuan dalam UU No. 40/2014 tentang Perasuransian (UU Perasuransian). Terbitnya UU ini dimaksudkan Pemerintah sebagai inisiatif dalam mereformasi sektor keuangan, salah satunya mengenai ketentuan Asuransi Wajib.
Kebakaran Los Angeles menjadi momentum untuk membangkitkan kampanye nasional kebencanaan di seluruh lapisan masyarakat dan pengambil kebijakan. Dibutuhkan revolusi mental untuk membangun kesadaran kebencanaan di samping regulasi dan implementasi tentang mitigasi bencana. Kita tidak ingin absennya visi kebencanaan menjadi beban bagi perjalanan bangsa menuju Indonesia Emas 2045 .