Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Prabowo jadi Presiden, Media Asing Soroti 'Image Gemoy' hingga Kabinet Merah Putih

Media asing ikut menyoroti pelantikan Prabowo Subianto sebagai presiden ke-8 RI, antara lain image 'gemoy' serta pembentukan kabinet Merah Putih.
Presiden Prabowo Subianto menyampaikan pidato usai dilantik pada sidang paripurna MPR di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Minggu (20/10/2024). Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka dilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia masa bakti 2024-2029. ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga
Presiden Prabowo Subianto menyampaikan pidato usai dilantik pada sidang paripurna MPR di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Minggu (20/10/2024). Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka dilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia masa bakti 2024-2029. ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga

Bisnis.com, JAKARTA - Prabowo Subianto telah resmi menjabat sebagai Presiden RI setelah dilantik pada 20 Oktober 2024. Dia menggantikan Joko Widodo (Jokowi) yang menjadi lawannya dalam dua Pemilihan Presiden pada 2014 dan 2019.

Mengutip The Economist pada Rabu (23/10/2024), kemenangan ini menandai perubahan besar dalam politik Indonesia untuk pertama kalinya dalam satu dekade.

Prabowo akhirnya memenangkan Pilpres pada upayanya yang ketiga pada Februari 2024. Pada dua kali upaya terdahulunya, pada pemilu 2014 dan 2019, Joko Widodo mengalahkan Prabowo dalam pertarungan ketat. 

Pada percobaan ketiga, Jokowi dan Prabowo bekerja sama. Prabowo menunjuk Gibran Rakabuming Raka, putra sulung Jokowi sebagai wakil presiden. 

Setelah lama berperan sebagai seorang militer yang penuh nyali, The Economist menyebut Prabowo mengubah image menjadi seorang kakek yang menggemaskan atau kerap disebut gemoy oleh masyarakat Indonesia.

Adapun, kini kabinet pertama Prabowo mencakup beberapa menteri yang sebelumnya membantu di pemerintahan Jokowi.

Prabowo juga berjanji untuk melanjutkan agenda hilirisasi yang diusung Jokowi, di mana Indonesia berupaya untuk beralih dari produsen mineral mentah seperti nikel menjadi eksportir barang setengah jadi yang diperlukan untuk transisi ramah lingkungan, seperti baterai lithium-ion. 

Namun, terlepas dari semua kesinambungannya, era Pemerintahan Prabowo dinilai akan terlihat berbeda dari kepresidenan Jokowi dalam beberapa hal penting. 

Kabinet Merah Putih

The Economist juga memandang koalisi Prabowo terlihat lebih luas dibandingkan pendahulunya. Kabinet Prabowo, yang diberi nama Merah Putih, disebut menjadi yang terbesar di Indonesia sejak era demokrasi 1998.

Media asing ini juga menyoroti keputusan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), yang dipimpin oleh mantan presiden Megawati Soekarnoputri, untuk tidak bergabung dalam koalisinya. 

Media tersebut juga memandang risiko dari kabinet yang begitu besar adalah mendevaluasi nilai dari penunjukan seorang menteri. 

Sementara itu, Bloomberg menyebut Prabowo juga berjanji untuk terus membangun ibu kota negara baru yang menjadi landmark pemerintahan Jokowi di pulau Kalimantan. Namun, hal itu tidak disebutkan dalam pidato perdananya sebagi pada Minggu (20/10/2024).

Untuk membantu membiayai program makan siang di sekolah senilai dan inisiatif baru lainnya, Prabowo telah berjanji untuk meningkatkan pendapatan pajak hingga 14%-16% dari PDB dan mengurangi pengeluaran yang boros.

Dalam pidatonya pada Minggu kemarin, Prabowo banyak berbicara soal korupsi. Rekam jejak pemerintahan Indonesia melemah pada masa pemerintahan Jokowi dan negara ini berada di peringkat 115 dari 180 negara dalam indeks persepsi korupsi Transparency International, menurun dibandingkan ketika Jokowi pertama kali menjabat pada 2014.

“Korupsi di kalangan pejabat politik, pemerintahan di semua tingkatan, dan seluruh pengusaha nakal – jangan takut. Jangan takut melihat kenyataan ini. Terlalu banyak saudara kita yang hidup dalam garis kemiskinan," kata Prabowo.

Pemberitaan Bloomberg juga menyebut, beberapa pengamat khawatir mengenai beberapa risiko dari pemerintahan baru ini.

Namun, Prabowo meyakinkan masyarakat Indonesia bahwa latar belakang militernya tidak akan berpengaruh pada pengawasannya terhadap negara dengan perekonomian terbesar di Asia Tenggara.

Sementara itu, D. Nicky Fahrizal, peneliti di Center for Strategic and International Studies (CSIS) menyatakan risiko dari tidak adanya oposisi akan menurunkan kualitas demokrasi. "Jika tidak ada oposisi, maka demokrasi hanya tinggal sebuah nama. Kualitas demokrasi akan menurun karena semuanya dikendalikan oleh eksekutif," katanya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper