Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Saling Jegal Elite Politik, Pilkada 2024 Terganjal Kepentingan Parpol?

Elektabilitas bukan menjadi satu-satunya faktor penentu bagi elite partai politik menentukan calon yang akan diusung di Pilkada 2024.
Petugas Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) Jatinegara melintas di dekat kotak suara Pemilu 2024 di GOR Otista, Jakarta, Kamis (29/2/2024). Bisnis/Himawan L Nugraha
Petugas Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) Jatinegara melintas di dekat kotak suara Pemilu 2024 di GOR Otista, Jakarta, Kamis (29/2/2024). Bisnis/Himawan L Nugraha

Bisnis.com, JAKARTA - Elektabilitas bukan menjadi satu-satunya faktor penentu bagi elite partai politik menentukan calon yang akan diusung di Pilkada 2024.

Dalam pemilihan calon kepala daerah kali ini, para elite politik terlihat lebih cenderung mengamankan agenda politiknya.

Fenomena Anies Baswedan misalnya, memiliki elektabiltas yang tinggi tidak serta-merta membuatnya menjadi idaman para partai politik. Langkahnya di Pilkada 2024 pun dijegal sana-sini.

Berdasarkan survei yang dilakukan lembaga Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) pada 8-12 Agustus 2024, dan toleransi kesalahan diperkirakan kurang lebih 4,5 persen menunjukkan bahwa Anies memiliki elektabilitas yang kuat dengan mendapatkan 42,8 persen.

Survei tersebut juga menunjukkan bahwa elektabilitas Anies mengungguli RK yang mencatatkan 34,9 persen bila persaingan di antara keduanya terjadi. Anies, bahkan masih unggul dibandingkan Ahok. Berdasarkan data SMRC, Anies meraih 37,8 persen, sedangkan Ahok mendapatkan 34,3 persen.

Faktanya, Anies justru ditinggalkan seluruh partai politik lain dengan para paslon usungannya masing-masing.

Anies berpandangan bahwa belakangan ini hampir semua partai politik telah tersandra oleh penguasa. Bahkan kata Anies, untuk mencalonkan diri sebagai kepala daerah saja, tidak bisa bebas dari sandra pihak penguasa.

Menurut Anies, ancaman dari penguasa ke partai politik maupun ke kandidat kepala daerah seringkali terjadi dan jadi sebuah keniscayaan.

"Partai mana yang sekarang tidak tersandra oleh kekuasaan? Nah, jangankan dimasuki partainya, mencalonkan diri saja terancam dan agak berisiko juga bagi yang mengusulkan calon. Jadi ini adalah sebuah kenyataan nih," tuturnya di Jakarta, Jumat (30/8/2024).

Posisi Pemerintah Baru Lebih Penting

Pendiri Rumah Demokrasi, Ramdansyah mengatakan bahwa mentalitas partai politik di Indonesia menjadi faktor Anies Baswedan gagal diusung menjadi bakal calon gubernur DKI Jakarta dan Jawa Barat pada Pilkada 2024.

Menurut dia, saat ini partai politik membentuk koalisi lantaran adanya kompromi (koalisi taktis) demi menempatkan kadernya meraih kursi kabinet pada pemerintahan mendatang.

"Pilihan bergabung dengan Koalisi Indonesia Maju (yang kemudian menjadi KIM Plus) tentunya menjadi prioritas ketimbang mengusung Anies Baswedan yang menjadi lambang oposisi," kata Ramdansyah dilansir dari Antara, Sabtu (31/8/2024).

Dia mengatakan bahwa posisi menteri pascapelantikan presiden terpilih pada 20 Oktober 2024 tentu lebih pasti ketimbang mendorong Anies pada Pilkada 2024.

Tidak ada kepastian Anies menang meski hasil survei SMRC pada Agustus 2024 mengungkapkan keunggulan Anies tanpa dukungan partai politik.

"Problemnya adalah memilih Anies berarti menjauhkan partai politik yang bergabung dalam KIM Plus menjauh dari kekuasaan," ujarnya.

Faktor lainnya adalah ideologi partai, seperti PDIP yang Ketua Umumnya Megawati Soekarnoputri dengan tegas mengatakan calon yang diusung partainya harus menjadi kader partai.

Hal ini menjadi hambatan terbesar bagi Anies Baswedan dan PDIP untuk berkompromi. Megawati berusaha menunjukkan bahwa keberadaan partai politik sebagai jalan yang tepat bagi siapa pun untuk ikut kontestasi politik di segala level pemilihan.

"Anies adalah simbol oposisi personal. Demikian pula PDIP menjadi simbol oposisi kelembagaan (partai politik) usai Pileg dan Pilpres 2024," katanya.

Kendati demikian, walaupun keduanya adalah simbol perlawanan atau oposisi, tetapi ada persoalan prinsipal di antara keduanya.

Menurut dia, Anies sepertinya tetap ingin berada di luar partai, sebaliknya PDIP tidak menginginkan demikian.

Selain itu, persoalan ketidakinginan Anies menjadi kader partai mana pun juga pernah tersirat dari sejumlah pernyataan petinggi PKS.

"Pilihan Anies untuk tidak menjadi anggota partai mana pun sepertinya sudah menjadi prinsip yang sulit diubah, mungkin masih buruknya persepsi publik mengenai partai politik ikut mempengaruhi sikap keengganan beliau untuk bergabung di partai politik mana pun," ujarnya.

Ramdansyah menuturkan apabila Anies mau menjadi kader partai, mantan Gubernur DKI Jakarta itu tetap bisa maju pada Pilkada 2024.

Oleh karena itu, dia menyampaikan pembenahan partai politik melalui revisi UU Parpol sudah selayaknya menjadi prioritas utama agar dapat dibenahi di masa yang akan datang.

Dia melihat masih banyak harapan publik bahwa seharusnya Anies pada pilkada saat ini memutuskan untuk bergabung dengan suatu partai politik. Ada pun momentum Pilkada 2024 kali ini dirasakan momentum yang paling tepat.

"Kita tidak pernah tahu politik legislasi ke depan, bisa saja kebijakan pilkada langsung terhenti di beberapa tahun ke depan karena dengan keserentakan pilkada secara nasional ini kelak cepat atau lambat akan menimbulkan pertanyaan untuk apa tetap dipertahankan pilkada dipilih secara langsung, apalagi ketika sudah dianggap business as usual," pungkas dia.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Muhammad Ridwan
Editor : Muhammad Ridwan
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper