Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Penyidik Ingin Hasto PDIP Dicegah, Pimpinan KPK Minta Ditunda

Pimpinan KPK mengakui bahwa tidak ada relevansi untuk mencegah Hasto Kristiyanto ke luar negeri.
Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto berjalan keluar gedung usai menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (10/6/2024). ANTARA FOTO/Asprilla Dwi Adha
Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto berjalan keluar gedung usai menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (10/6/2024). ANTARA FOTO/Asprilla Dwi Adha

Bisnis.com, JAKARTA – Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata mengakui telah meminta penyidik untuk menunda pencegahan Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto ke luar negeri.

Alex menuturkan pencegahan terhadap Hasto tidak perlu dilakukan karena elite PDIP tersebut berada di Jakarta dan bertindak kooperatif sehingga dinilai tidak perlu dicegah ke luar negeri. 

"Itu tadi kooperatif yang bersangkutan akan datang. Sepanjang yang bersangkutan ada di Jakarta dan menghormati hukum, dan datang setiap panggilan KPK, enggak ada relevansi juga dilakukan pencegahan," ujar Alex kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (12/6/2024).

Pimpinan KPK dua periode itu lalu mengulang pernyataan Hasto bahwa dia akan hadir dalam pemeriksaan yang dijadwalkan penyidik. Sebelumnya, mantan anggota DPR itu telah diperiksa sebagai saksi, Senin (10/6/2024). 

Ke depan, penyidik akan kembali memanggil Hasto dalam pemeriksaan. Alex mengungkap Hasto minta diperiksa lagi pada Juli 2024. "Saya diberi tahu akan dipanggil lagi. Cuma Pak Hasto sendiri yang akan datang sendiri jadi enggak perlu panggilan kalau enggak salah bulan Juli yang bersangkutan minta dijadwalkan," katanya. 

Dalam pemeriksaan sebelumnya, Senin (10/6/2024), penyidik memeriksa Hasto sebagai saksi dalam kasus dugaan suap penetapan anggota DPR pergantian antarwaktu (PAW) 2019-2024 dengan tersangka Harun Masiku yang kini masih buron. 

Pada saat diperiksa, handphone dan catatan milik Hasto disita oleh penyidik. Barang-barang milik staf Hasto, Kusnadi, juga disita yakni ATM dan handhphone. 

Atas upaya paksa itu, pihak Hasto melaporkan penyidik KPK ke Dewan Pengawas KPK dan berencana untuk mengajukan praperadilan. 

Hasto Tersangka?

Di sisi lain, Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) dan Advokat Perekat Nusantara menduga Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto bakal dijadikan tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait kasus Harun Masiku.

Koordinator TPDI, Petrus Salestinus menjlai aksi KPK yang menyita ponsel dan tas milik Hasto Kristianto beberapa hari lalu adalah contoh tindakan yang tidak baik dan salah prosedur.

Pasalnya, menurut Petrus, penyitaan itu tidak diambil langsung dari tangan Hasto, melainkan dari staf Hasto Kristianto lewat penjebakan.

"Dalam kasus sita ponsel dan tas tangan milik saksi Hasto, KPK justru melakukan sita tidak dari tangan Hasto tapi dari seorang staf Hasto itupun dengan cara menjebak, ini adalah langkah polticking KPK, nuansa politiknya sangat kental," tutur Petrus di Jakarta, Selasa (11/6/2026).

Selain ingin mempermalukan Hasto, Petrus menilai bahwa Sekjen PDI-P juga diprediksi ingin dijadikan tumbal politik oleh penguasa melalui KPK.

"Dia ingin mempermalukan seorang Hasto dengan segala aktivitas Hasto selama ini bahkan Hasto diduga kuat ingin dijadikan sebagai tumbal politik balas dendam kekuasaan," katanya.

Petrus menegaskan bahwa Hasto sampai saat ini masih berstatus sebagai saksi di kasus Harun Masiku, bukan tersangka. Maka dari itu, menurut Petrus, sesuai prinsip hukum acara tentang penyitaan terhadap suatu barang dari seseorang, barang itu harus merupakan hasil dari kejahatan atau alat untuk melakukan kejahatan serta dilakukan berdasarkan KUHAP dan ketentuan pasal 46 dan 47 Undang-Undang (UU) Nomor 19 Tahun 2019 Tentang KPK.

"Hanya barang milik Tersangka, atau barang yang digunakan oleh tersangka untuk melakukan tindak pidana korupsi atau barang hasil kejahatan korupsi yang dimiliki oleh tersangka, maka KPK dapat melakukan penyitaan di luar mekanisme KUHAP, sesuai pasal 46 dan 47 ayat (3) dan ayat (4) UU No. 19 Tahun 2019," ujarnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Dany Saputra
Editor : Edi Suwiknyo
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper