Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Hari Air Sedunia, PUPR Soroti Bencana Banjir Makin Sering

Kementerian PUPR menyoroti peningkatan frekuensi bencana terkait air di tengah peringatan Hari Air Sedunia pada 22 Maret 2024.
Warga menerobos banjir di Jalan T.B. Simatupang, Jakarta. Bisnis/Arief Hermawan P
Warga menerobos banjir di Jalan T.B. Simatupang, Jakarta. Bisnis/Arief Hermawan P

Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menyoroti peningkatan frekuensi bencana terkait air di tengah peringatan Hari Air Sedunia yang jatuh pada 22 Maret 2024.

Kepala Sekretariat Dewan Sumber Daya Air Nasional Kementerian PUPR, Yunitta Chandra Sari, menuturkan bahwa peningkatan darurat bencana banjir terkait air tersebut bermuara dari pengelolaan sumber daya air yang tidak tepat.

Dia juga menyebut, darurat bencana tersebut sedikit banyak disebabkan oleh penggunaan air yang tidak ramah lingkungan hingga berdampak pada fenomena perubahan iklim.

"Dalam merayakan pentingnya air sebagai katalisator perdamaian, kita tak bisa mengabaikan fakta bahwa frekuensi dan bencana terkait air meningkat," jelasnya dalam Seminar Hari Air Dunia Tahun 2024, Jumat (22/3/2024).

Seiring dengan hal itu, Kementerian PUPR menyebut pentingnya pemerataan infrastruktur air untuk menghadapi ketidakpastian iklim ke depan.

Yunitta menyebut pihaknya juga telah melaksanakan berbagai bentuk aksi nyata dalam pengelolaan penggunaan air yang adil dan berkelanjutan di sejumlah daerah. Beberapa aksi di antaranya yakni melakukan penanaman pohon hingga melakukan edukasi terkait pentingnya air di kalangan generasi muda.

Pada kesempatan yang sama, Asisten Pembangunan dan Lingkungan Hidup, Sekretaris Daerah Provinsi DKI Jakarta, Afan Adriansyah Idris, menuturkan setidaknya terdapat 2 hal yang menjadi perhatian global terkait dampak dari penggunaan air yang tidak ramah lingkungan.

Pertama, pengelolaan air yang tidak tepat dikhawatirkan dapat mempengaruhi ketahanan energi. Kemudian yang kedua, yakni berkaitan dengan ketahanan pangan.

"Kalau dulu kita menghadapi musim yang jelas, April-Oktober itu musim kemarau. Kemudian Oktober - April itu masuk musim hujan. Tapi kalau sekarang ada fenomena berbeda, ada kecenderungan pergeseran dari waktu musim hujan tersebut, efeknya berdampak pada pola tanam," jelas Afan.

Apabila tidak menjadi perhatian dan tidak ditangani segera, hal itu dapat menyulut peningkatan harga berbagai komoditas pangan hingga parahnya dapat mengerek inflasi RI.

"Perubahan iklim ini nyata dan terjadi di berbagai negara termasuk di Indonesia, kita lihat terjadinya ada fenomena seperti El Nino dan La Nina yang berdampak terhadap menurunnya ketersediaan air, pasokan air baku menurun, hingga menyebabkan peningkatan harga komoditas," pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Alifian Asmaaysi
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper