Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Isu Intimidasi dan Netralitas Aparat Sudah Ada Sejak Pemilu 1955

Isu intimidasi dan netralitas aparat negara tidak hanya terjadi pada pemilu 2024, penyakit itu sudah ada sejak Pemilu 1955.
Ilustrasi Sampul Depan Majalah Hikmah Edisi 1955./koleksi penulis
Ilustrasi Sampul Depan Majalah Hikmah Edisi 1955./koleksi penulis

Bisnis.com, JAKARTA -- Pemilu 2024 dituding diwarnai banyak kecurangan mulai dari politisasi bantuan sosial (bansos) hingga tuduhan yang paling serius adalah pengerahan aparat sampai ke tingkat desa untuk memenangkan pasangan calon alias paslon tertentu.

Netralitas aparatur negara paling menjadi sorotan pada Pemilu 2024 menyusul dugaan terjadinya intimidasi yang berlangsung secara massif di wilayah-wilayah yang menjadi kantong suara khususnya di daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur. 

Ihwal polemik tentang netralitas aparatur negara itu sebenarnya bukan barang baru. Isu ini bahkan pernah bergulir pada Pemilu 1955. Pemilu 1955 adalah pemilu pertama kali dan sering dianggap satu-satunya pemilu yang paling demokratis sejak republik berdiri. 

Meski dianggap paling demokratis, isu tentang netralitas aparatur negara alias pegawai negeri juga menjadi isu sensitif pada waktu itu. Sekadar catatan, pada Pemilu 1955 aparat negara misalnya pegawai negeri maupun TNI diperbolehkan untuk menggunakan hak suaranya.

Majalah Hikmah yang terbit pada 3 Desember 1955, misalnya, mengulas tentang edaran Perdana Menteri Burhanuddin Harahap (BH) kepada gubernur dan kepala daerah. Isi edaran PM BH adalah tentang garis batas pegawai negeri dalam pemilihan umum alias pemilu.

Terbitnya edaran itu dipicu oleh peristiwa pada 29 September 1955. Pada waktu itu, banyak pegawai negeri yang menggunakan kedudukan dan pengaruhnya untuk kampanye memenangkan partainya. Ketidaknetralan pegawai itu dianggap meresahkan, karena rakyat tidak bisa membedakan apakah pegawai itu sedang berdinas atau sebagai warga biasa.

"Memang diakui hak dan kemerdekaan pribadi pegawai, tetapi bagi rakjat banjak dewasa ini belum dapat membedakan seorang pegawai apakah dia dinas atau bukan," demikian dikutip Bisnis dari arsip majalah Hikmah edisi 3 Desember 1955, Senin (26/2/2024).

Pemilu 1955 diikuti lebih dari 30 partai politik. Namun demikian, suara rakyat pada waktu itu terkonsentrasi kepada 4 partai politik. Keempat partai politik itu antara lain PNI yang identik dengan Marhaenisme Sukarno, Masyumi dan NU yang berideologi Islam, dan PKI mewakili kubu komunis.

Keempat partai politik tersebut bersaing satu sama lain untuk memperebutkan kursi DPR maupun Konstituante. Konstituante adalah sebuah lembaga negara yang diberikan mandat khusus untuk menyusun konstitusi baru untuk menggantikan UUD Sementara 1950.

Adapun imbauan netralitas pegawai negeri itu dikeluarkan untuk menjamin proses politik jujur dan adil. Edaran PM Burhanuddin Harahap menekankan supaya pegawai negeri berdiri di atas semua golongan dan tidak menggunakan kekuasaan dan kedudukannya untuk menakut-nakuti rakyat. 

Pihak Masyumi, seperti yang diberitakan Hikmah, juga telah mengimbau kepada pemerintah untuk memberikan sanksi kepada pegawai negeri yang tidak netral dengan hukuman yang setimpal. Selain itu, mereka juga meminta pemerintah segera mengambil tindakan supaya tidak mencederai proses demokrasi yang berlangsung pada waktu itu.

"Apa jang diketahui selama ini, sebenarnja memperlihatkan betapa intimidasi dari pihak tertentu dalam kedudukannja sebagai pegawai negeri. Maka sesudah edaran itu apakah masih berbuat demikian?"

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Edi Suwiknyo
Editor : Edi Suwiknyo
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper