Bisnis.com, JAKARTA - Para terperiksa pada sidang etik perkara pungutan liar (pungli) di rumah tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dijatuhi sanksi berat berupa permintaan maaf secara terbuka. Mereka diketahui meminta bayaran dari tahanan setiap bulannya selama 2018-2023.
Dari total 90 terperiksa yang disidang hari ini, sebanyak 35 pegawai rutan KPK telah dijatuhkan sanksi berupa membuat permintaan maaf secara terbuka per siang ini, Kamis (15/2/2024), pukul 14.40 WIB. Pungli yang ditarik itu guna meloloskan para tahanan membawa berbagai barang-barang yang dilarang di rutan, di antaranya handphone.
Puluhan terperiksa itu terbagi dalam tiga klaster atau berkas yang berbeda. Putusan bagi masing-masing klaster atau berkas dibacakan dalam sidang terpisah yang digelar secara estafet.
"Menjatuhkan sanksi berat kepada para terperiksa masing-masing berupa permintaan maaf terbuka secara langsung," kata Ketua Majelis Etik Dewas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean pada ruang sidang di Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi KPK, Jakarta, Kamis (15/2/2024).
Selain itu, putusan Majelis Etik turut merekomendasikan kepada pejabat pembina kepegawaian untuk melakukan pemeriksaaan guna penjatuhan hukuman disiplin sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Secara terperinci, terdapat 12 orang terperiksa dalam sidang klaster pertama; 12 orang pada sidang klaster kedua; dan 11 orang pada sidang klaster ketiga.
Baca Juga
Mereka disebut mematok biaya bagi para tahanan untuk memasukkan barang-barang 'haram' ke dalam rutan sekitar Rp10 juta hingga Rp20 juta. Bahkan, ada yang mematok kisaran Rp20 juta hingga Rp25 juta.
Sementara itu, ada juga yang mematok biaya bulanan untuk penggunaan handphone di dalam rutan yakni Rp5 juta per bulan.
Total nominal uang bulanan yang bisa mencapai Rp70 juta itu lalu dikumpulkan melalui korting, atau tahanan yang "dituakan". Kemudian, uang itu diserahkan ke sosok "lurah", atau pihak yang mempunyai tugas untuk mengambil uang bulanan dari korting.
Setiap bulannya, para terperiksa disebut menerima uang sekitar Rp3 juta per bulannya dari periode 2018-2023. Bahkan, sosok Plt. Kepala Rutan atau Karutan dan Koordinator Keamanan dan Ketertiban (Kamtib) Rutan ada yang menerima uang per bulan masing-masing Rp10 juta dan Rp6 juta per bulan selama periode tujuh tahun tersebut.
"Bahwa uang bulanan dari para tahanan KPK diberikan kepada para terperiksa sebagai uang tutup mata agar terperiksa membiarkan dan tidak melaporkan para tahanan KPK yang menggunakan HP dalam rutan KPK," demikian terang Anggota Majelis Etik Dewas KPK Harjono.
Berdasarkan kronologinya, dugaan pemerasan berbentuk pungli itu diakui sudah lama terjadi di tubuh KPK. Setidaknya mulai dari 2018.
"Bahkan sejak tahun sebelumnya 2016-2017 juga sudah ada. Tetapi memang belum terstruktur, mulai kemudian terstruktur sejak akhir-akhir 2018-2017 itu sudah mulai terstruktur," terang Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri kepada wartawan.
Ali mengemukakan bahwa pungli itu diduga setidaknya terjadi di tiga rutan cabang KPK. Upaya bersih-bersih KPK itu pun dilakukan dengan berkoordinasi bersama berbagai pihak mulai dari PPATK hingga Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham).
Sejalan dengan proses etik, Juru Bicara KPK itu mengatakan bahwa pihaknya masih menyelesaikan proses administrasi dalam menaikkan kasus pungli itu ke tahap penyidikan. Setelah itu, KPK akan mengumumkannya secara terbuka.