Bisnis.com, JAKARTA - Angka hoaks terkait pemilihan umum (Pemilu) 2024 mengalami penurunan hingga 68,2% jika dibandingkan dengan hoaks pemilu sebelumnya pada 2019.
Berdasarkan data dari Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) menemukan angka hoax pada pemilu tersebut mencapai angka 714 hoaks, dengan perincian pada 2018 adalah 58 hoaks dan 656 hoaks pada 2019.
Sementara pada 2023 angka hoaks hanya sebesar 227 hoaks, dengan perincian 192 hoaks sepanjang 2023 dan 35 hoaks pada Januari 2024.
Diketahui, pada 2019 ada sekitar 20 jenis hoaks yang beredar di masyarakat. Mulai dari hoaks survei pilpres, black campaign, koalisi partai dengan PKI, dokumen palsu, manipulasi berita nasional terkait paslon, kecurangan saat perhitungan suara dan kerusuhan.
Selain itu, adapula hoaks terkait partai yang membuat kerusuhan di wilayah tertentu, money politik saat kampanye pilpres, dokumen palsu permintaan dukungan ke instansi untuk pemenangan salah satu paslon, dan ancaman pembunuhan ke penyelenggara pemilu jika tidak memenangkan salah satu paslon.
Adapun, pada Pemilu 2024, sebaran hoaks hanya mencapai 13 jenis, dengan kategori hoaks dukungan pejabat negara dan aparat pada pasangan bacapres, manipulasi gambar, penambahan periode jabatan presiden, bansos saat kampanye pilpres, dan pembatalan bacapres.
Baca Juga
Kemudian adapula hoaks terkait pernyataan tokoh atau paslon terkait agama dan SARA dan kejadian pada saat debat capres atau cawapres.
Dikutip dari Harian Jogja, sebelumnya Anggota Bawaslu, Lolly Suhenty, sempat mengungkapkan Bawaslu menemukan 355 pelanggaran konten internet selama masa kampanye Pemilu 2024 atau periode 28 November 2023 hingga 10 Februari 2024.
"Kategorinya ada tiga hal. Pertama, adalah soal ujaran kebencian. Kedua, adalah soal berita bohong. Dan soal politisasi suku, ras, agama," kata Lolly saat menjelaskan di Gedung Bawaslu RI, Jakarta, Senin (12/2/2024).
Lolly menerangkan bahwa dari 355 pelanggaran konten, terdapat 340 konten ujaran kebencian, politisasi SARA sebanyak 10 konten, dan berita bohong berjumlah 5 konten.
Lolly juga menjelaskan bahwa rincian dari 355 pelanggaran konten internet selama masa kampanye terdiri 342 konten yang menyasar seluruh pasangan calon presiden dan wakil presiden, serta 13 konten terhadap penyelenggara pemilu, yakni Bawaslu dan Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Sementara itu, kata dia, pelanggaran konten internet paling banyak menggunakan platform Facebook dengan 118 konten melanggar, Instagram 106 konten, Twitter 101 konten, TikTok 28 konten, dan YouTube dengan 2 konten.