Bisnis.com, JAKARTA – Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyatakan masih banyak tantangan besar bagi Indonesia dan negara berkembang lainnya untuk melakukan transfer teknologi dan pendanaan transisi energi.
Menurutnya, kedua hal tersebut sering menyulitkan negara-negara berkembang untuk mendorong transisi energi, padahal Indonesia ingin memastikan bahwa transisi energi seharusnya dapat menghasilkan energi yang bisa terjangkau oleh masyarakat.
Namun, Presiden Ke-7 RI itu menyayangkan pendanaan iklim yang seharusnya diberikan kepada negara-negara berkembang untuk melaksanakan transisi energi tersebut seharusnya lebih bersifat membangun, tetapi kebanyakan hanya membebani sebagai utang.
“Sampai saat ini yang namanya pendanaan iklim masih business as usual, masih seperti commercial banks. Padahal seharusnya lebih konstruktif, bukan dalam bentuk utang yang hanya akan menambah beban negara-negara miskin maupun negara-negara berkembang,” imbuhnya dikutip melalui Youtube Sekretariat Presiden, Kamis (16/11/2023).
Oleh sebab itu, Kepala Neagra menyebutkan bahwa kolaborasi dan langkah strategis menjadi hal yang sangat penting dan dibutuhkan dalam menghadapi dampak perubahan iklim yang makin mengancam saat ini.
Presiden asal Surakarta itu menjelaskan bahwa perubahan iklim dan transisi energi merupakan hal yang sangat mendesak di tengah dunia yang sedang tidak baik-baik saja. Sehingga, Jokowi secara tegas menyampaikan bahwa Indonesia telah mengambil peran dan berkomitmen untuk mengatasi hal tersebut.
Baca Juga
“Untuk Indonesia, tidak perlu ragu dan tidak perlu dipertanyakan komitmen kami. Indonesia walks the talk, not talk the talk,” ucapnya.
Kepala Negara pun memaparkan bahwa hingga saat ini Indonesia telah berhasil menurunkan emisi sebesar 91,5 juta ton. Hal tersebut diikuti oleh laju deforestasi Indonesia hingga tahun 2022 telah ditekan hingga 104.000 hektare.
Kemudian, dia melanjutkan untuk kawasan hutan juga direhabilitasi seluas 77.000 hektare, hutan bakau direstorasi seluas 34.000 hektare hanya dalam waktu satu tahun.
Selain itu, dalam kesempatan tersebut, Jokowi juga memaparkan sejumlah upaya yang telah dilakukan oleh Indonesia dalam melakukan transisi energi. Dia menyebut salah satunya adalah melalui pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) terapung yang baru saja diresmikan di Waduk Cirata, Provinsi Jawa Barat.
“Ini terbesar di Asia Tenggara, pembangkit listrik tenaga surya yang kita miliki baru saja kita buka dengan kapasitas 192 megawatt,” ungkapnya.
Ke depan, Mantan Wali Kota Solo itu menyampaikan hal serupa akan terus Indonesia lakukan untuk menjaga lingkungan dan melakukan transisi energi. Seperti halnya yang akan diterapkan di Ibu Kota Nusantara (IKN) yang akan menjadi kota pintar berbasis hutan yang nantinya disebut akan menggunakan energi hijau dari matahari dan air.
“Dan supaya saudara-saudara tahu bahwa yang pertama kali kita bangun saat akan membangun Ibu Kota Nusantara ini adalah membangun nursery center, membangun botanical center yang berkapasitas 15 juta bibit pohon per tahunnya yang itu nanti akan kita tanam setiap tahunnya di Ibu Kota Nusantara dan di Pulau Kalimantan,” tuturnya.
Oleh karenanya, Kepala Negara menyebut bahwa ke depan akan menjadi sebuah gagasan yang bagus jika mahasiswa Stanford University bisa berkesempatan untuk mengunjungi IKN dan melihat secara langsung proses serta perkembangan pembangunan di sana.
“Mungkin di sana bisa melakukan riset secara kilat dan belajar tentang sisi keberlanjutan dalam membangun sebuah green city,” tandas Jokowi.