Bisnis.com, JAKARTA - Perang Israel vs Hamas memasuki hari ke-14. Ismail Qishta, seorang warga di kota perbatasan Rafah di Gaza, masih menunggu bantuan kemanusiaan yang sedianya dijanjikan akan tiba beberapa hari lalu.
"Setiap hari, kami mengira ini akan menjadi hari terakhir kami," kata Qishta, sebagaimana diwartakan Xinhua pada Sabtu.
Baginya, mendapatkan bantuan yang sangat dinanti-nantikan itu juga memberikan secercah harapan untuk berakhirnya konflik.
"Mengizinkan bantuan kemanusiaan berarti dunia peduli terhadap kami, dan mereka terlibat dalam negosiasi antara Hamas dan Israel," tuturnya.
Zeinab Mousa (49), seorang wanita Palestina dari kamp pengungsi al-Mughazi di tengah wilayah kantong pesisir itu, mengungkapkan harapan serupa.
Sekitar 175 truk berisi bantuan kemanusiaan, pasokan medis, makanan, dan selimut mengantre di dekat perlintasan, menunggu masuk ke Gaza tetapi dihadang oleh pihak Israel.
Pada 9 Oktober, Israel memberlakukan blokade penuh di Jalur Gaza, memutus pasokan makanan, air, obat-obatan, bahan bakar, dan listrik.
Baca Juga
Ibu tiga anak itu mengatakan kepada Xinhua, "Kita perlu melakukan upaya nyata di lapangan yang dapat menyediakan kebutuhan dasar untuk hidup, dan membantu kita mengakhiri situasi kalut yang belum pernah terjadi sebelumnya ini di masa mendatang."
Narasumber keamanan Palestina mengatakan kepada Xinhua pasukan keamanan Mesir, dalam rangka persiapan untuk masuknya bantuan, telah menghilangkan penghalang semen yang dipasang di depan perlintasan Rafah sekitar 10 hari lalu.
Penduduk setempat membagikan beberapa video yang menunjukkan truk-truk merobohkan penghalang semen dan alat-alat berat bekerja untuk memperbaiki kerusakan di perlintasan yang disebabkan oleh serangan Israel sebelumnya.
Dalam kunjungannya ke perlintasan Rafah pada Jumat (20/10), Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengatakan konvoi besar yang membawa makanan dan obat-obatan adalah "pembeda antara hidup dan mati bagi rakyat (Palestina)."
Namun, sumber-sumber Palestina mengatakan bantuan tersebut hampir tidak dapat memenuhi kebutuhan dasar warga Gaza, yang membutuhkan sekitar "450 hingga 500 truk makanan, obat-obatan, dan kebutuhan lainnya setiap hari."
Sumber tersebut mengungkapkan pihak-pihak terkait masih terpecah mengenai bantuan apa dan bagaimana bantuan tersebut akan disalurkan, termasuk tuntutan Israel agar bantuan tersebut tidak sampai ke Hamas dan apakah prosesnya akan berkelanjutan atau hanya sekali saja.
Putaran terbaru konflik Hamas-Israel pecah pada 7 Oktober lalu, ketika Hamas melancarkan serangan mengejutkan terhadap sasaran militer Israel dan kota-kota yang berdekatan dengan Jalur Gaza, yang memicu serangan udara besar-besaran Israel di Gaza.
Konfrontasi berdarah tersebut telah menewaskan lebih dari 5.000 orang di kedua pihak dan mengakibatkan banyak orang lainnya berada dalam krisis kemanusiaan yang parah.
Lebih dari 1 Juta Orang Mengungsi
Perang Israel vs Hamas menyebabkan lebih dari 1 juta orang atau hampir setengah dari total populasi Gaza telah mengungsi.
Infrastruktur sipil di seluruh Gaza rusak signifikan, dengan 5.262 bangunan hancur atau rusak parah hingga saat ini.
Dari 493.000 wanita dan anak perempuan yang mengungsi dari rumah mereka akibat konflik di Gaza, diperkirakan terdapat 900 janda baru, seperti diungkapkan juru bicara Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada Jumat (20/10).
Entitas PBB untuk Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan (UN Women) memperkirakan jumlah janda tersebut merupakan total wanita yang menjadi kepala rumah tangga pascakematian pasangannya, ujar Farhan Haq, wakil juru bicara untuk Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres, mengutip studi yang baru saja dirilis berjudul "UN Women Rapid Assessment and Humanitarian Response in the Occupied Palestinian Territory".
Statistik laporan itu berasal dari penghitungan korban tewas di Gaza sejak 7 Oktober oleh Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan PBB di laman situs ReliefWeb per Kamis (19/10), tulis laporan tersebut.
Studi itu menyebutkan lebih dari 3.785 warga Palestina tewas dan lebih dari 12.500 orang terluka, dengan 53 persen di antaranya adalah perempuan dan anak-anak.
"Lebih dari 1 juta orang atau hampir setengah dari total populasi Gaza telah mengungsi, dan infrastruktur sipil di seluruh Gaza rusak signifikan, dengan 5.262 bangunan hancur atau rusak parah hingga saat ini," ungkap laporan tersebut.
Laporan itu menulis, dampak terkait gender dari krisis tersebut tidak dapat disepelekan.
UN Women memperkirakan 1.487 pria tewas, yang mengakibatkan lonjakan jumlah janda, dengan hampir 900 rumah tangga baru yang dikepalai oleh wanita, dan 3.103 anak-anak kehilangan ayah mereka.
Selain itu, studi UN Women mengatakan Laporan Situasi 13 Oktober dari United Nations Fund for Population Activities (UNFPA) menyebut terdapat 540.000 wanita usia subur di Gaza, termasuk 50.000 wanita hamil dan 5.522 di antaranya diperkirakan akan melahirkan pada bulan depan.