Bisnis.com, BANGKOK – Pendiri Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) Dino Patti Djalal menyatakan pengelolaan perusahaan dengan environmental, social, and governance (ESG) kian penting menghadapi dampak perubahan iklim yang kian nyata.
Sebagai gambaran, saat ini suhu rata-rata bumi sudah naik 1,1 derajat celsius dibandingkan masa sebelum era industrialisasi.
“Nah, kalau ini naiknya 3 atau 4 derajat celsius maka dunia serasa neraka, dalam arti suhunya akan sangat panas sekali sehingga manusia tidak akan hidup nyaman,” kata Dino di sela ESG Symposium 2023 yang dihelat SCG di Bangkok, Kamis (5/10/2023).
Chairman World Resources Institute (WRI) Indonesia itu menyebut peran pelaku usaha sangat penting dalam penanganan perubahan iklim karena mereka menjadi penggerak roda ekonomi, mulai dari pertanian, infrastruktur hingga UMKM.
ESG, lanjutnya, adalah resep utama pelaku bisnis untuk berperan dalam mencegah Bumi jadi ‘neraka’. “Nah kalau kita mau mengubah masa depan, mengubahnya harus melalui bisnis dan resepnya sudah ada.”
Apalagi, Indonesia saat ini tengah giat berharap banyak masuk investasi dari luar ke dalam negeri. Menurut Dino, Indonesia harus peka karena ESG akan jadi patokan investor asing ketika akan menanamkan modalnya.
Baca Juga
“Apakah energinya kotor, misalnya. Dan apakah banyak korupsi. jadi akan dilihat secara detail di tiga kategori itu. Kalau itu tidak diperhatikan mereka akan cari tempat lain,” ujarnya.
Sementara itu dalam forum ESG Symposium 2023 Perdana Menteri Thailand Srettha Thavisin meyakini negaranya akan tumbuh dengan karbon rendah lewat kerja sama berbagai pihak dan inovasi teknologi.
“Saya terkesan melihat semua sektor di Thailand, sektor swasta, pemerintah, akademisi, dan masyarakat, bekerja sama untuk menjadikan Thailand sebagai masyarakat berkarbon rendah, di mana pemanasan global berdampak pada semua kehidupan di bumi,” kata Srettha.
Perubahan iklim ekstrem, lanjutnya, mempengaruhi kesehatan, meningkatkan risiko kekeringan, dan kekurangan makanan, yang berdampak pada ekonomi dari tingkat rumah tangga hingga makro.
“Kami yakin jika semua pihak bekerja sama sesuai dengan strategi ESG yang menekankan pembangunan ekonomi yang seimbang dengan lingkungan dan masyarakat, kita dapat menyelamatkan dunia.”
Pemerintah Thailand sendiri telah mengeluarkan kebijakan keuangan sebesar lebih dari 450 miliar baht untuk berinvestasi dalam ekonomi hijau dan Thailand Green Taxonomy untuk mendorong investasi berkelanjutan, yang mendapat respons positif dari pelaku bisnis Negeri Gajah Putih.
ESG Symposium sendiri adalah platform internasional yang telah memfasilitasi diskusi keberlanjutan selama lebih dari 11 tahun. Ajang ini diselenggarakan oleh SCG bermitra dengan semua sektor termasuk pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat sipil. Selain di Thailand, simposium diselenggarakan di beberapa negara seperti Vietnam dan Indonesia.