Program spionase bawah air AS diluncurkan pada tahun 1950-an dengan sistem deteksi kapal selam yang dikenal sebagai Sound Surveillance System.
Sistem tersebut terdiri dari kabel hidrofon yang diletakkan di dasar laut. Namanya diubah menjadi IUSS pada tahun 1985. Saat itulah kabel tetap dilengkapi dengan teknologi yang dikenal sebagai Surveillance Towed Array Sensor System (SURTASS), yaitu rangkaian sonar vertikal panjang yang diseret ke bawah kapal Angkatan Laut untuk mendengarkan kapal selam musuh yang ada di kedalaman.
Puncaknya pada 1980-an, IUSS terdiri dari ribuan pasukan Angkatan Laut dan menganalisis data dari kapal dan kabel bawah laut di 31 fasilitas pemrosesan yang berbeda. Menurut dokumen Angkatan Laut yang tidak diklasifikasikan, melacak kapal-kapal Soviet adalah inti dari misi awal.
Dengan pecahnya Uni Soviet pada tahun 1990-an, jumlah IUSS dikurangi. Pada akhirnya, semakin banyak analis yang ditugaskan untuk memantau kehidupan laut dan gempa bumi lepas pantai.
Saat ini, hanya dua lokasi pengawasan yang tersisa, yaitu di Pangkalan Udara Angkatan Laut Whidbey Island di Washington, dan satu lagi di stasiun angkatan laut Dam Neck Virginia Beach, Virginia.
Keduanya dulu disebut sebagai Fasilitas Pengolahan Samudera Angkatan Laut (Naval Ocean Processing Facilities), sampai pada tahun lalu berganti nama menjadi Teater Komando Pengawasan Bawah Laut (Theatre Undersea Surveillance Commands). Kata Jon Nelson, komandan unit Pulau Whidbey, nama baru ini lebih cocok dengan cakupan misi yang luas.
Baca Juga
Kebangkitan China sebagai saingan angkatan laut, dan serangan yang dilakukan Ukraina terhadap armada Laut Hitam Rusia dengan drone, telah memperbarui fokus militer AS pada pengawasan laut di lingkungan maritim yang berubah dengan cepat. Hal ini disampaikan Phillip Sawyer, pensiunan wakil laksamana Angkatan Laut AS dan mantan kepala pasukan kapal selam di Pasifik.
“Hal ini memberi kita rasa urgensi yang mungkin kurang pada tahun 90-an dan awal tahun 2000-an,” kata Sawyer, yang kini mengajar di Sekolah Pascasarjana Angkatan Laut di Monterey, California.
Yang semakin mendesak adalah perlunya melindungi kabel internet bawah laut yang melintasi dasar laut, sebuah jaringan global yang membawa 99 persen lalu lintas internet lintas benua. Kabel-kabel ini adalah inti dari persaingan yang semakin ketat antara AS dan China untuk menguasai teknologi canggih, menurut laporan Reuters pada bulan Maret.
Pada Februari, dua kabel internet bawah laut yang menghubungkan Taiwan dengan Kepulauan Matsu, kepulauan yang diperintah oleh Taiwan dan terletak dekat dengan daratan China, terputus. Butuh waktu berminggu-minggu untuk memulihkan layanan internet bagi sekitar 14.000 penduduk pulau itu.
Pihak berwenang Taiwan mengatakan pada saat itu bahwa mereka mencurigai dua kapal China sebagai pihak yang harus disalahkan, tetapi tidak memberikan bukti langsung dan tidak menyebut tindakan tersebut sebagai tindakan yang disengaja.
China juga bungkam pada saat itu. Kementerian Pertahanan dan Luar Negeri China tidak menanggapi permintaan komentar baru mengenai hal ini.
Sementara itu, pada Mei, aliansi Quad yang terdiri dari Australia, Jepang, India dan Amerika Serikat mengatakan bahwa mereka akan bermitra untuk melindungi dan membangun kabel serat optik bawah laut berkecepatan tinggi di Indo-Pasifik.