Bisnis.com, JAKARTA - Para pengunjuk rasa berkumpul di Republic Square, di jantung Kota Yerevan, menuntut pengunduran diri Perdana Menteri Nikol Pashinyan, Rabu (20/9/2023).
Pashinyan memimpin kekalahan dari Azerbaijan dalam perang 2020 dan runtuhnya otoritas Armenia di Nagorno-Karabakh karena gencatan senjata.
Politisi oposisi menyampaikan pidato dari panggung mengecam Pashinyan, yang mengambil alih kekuasaan dalam revolusi 2018. Sementara, beberapa pengunjuk rasa melemparkan botol dan batu ke kantornya dan bentrok dengan petugas kepolisian.
Politisi oposisi Armenia Avetik Chalabyan mengatakan Rusia cuci tangan di Artsakh dan pihak berwenang juga telah meninggalkan Artsakh.
“Musuh ada di depan kita. Kita harus mengubah otoritas untuk mengubah kebijakan nasional,” katanya, seperti dilansir dari Aljazeera, Kamis (21/9/2023).
Anggota parlemen Armenia Ishkhan Saghatelyan meminta kekuatan oposisi di parlemen untuk meluncurkan prosedur pemakzulan terhadap perdana menteri di negaranya.
Baca Juga
Sementara itu, Azerbaijan mengumumkan telah menghentikan serangannya setelah pasukan separatis Armenia di Nagorno-Karabakh menyetujui gencatan senjata dengan ketentuan wilayah tersebut akan kembali di bawah kendali Baku, pada Rabu (20/9/2023).
Azerbaijan menginginkan proses reintegrasi yang lancar bagi warga Armenia di Karabakh dan membantah tuduhan ingin membersihkan etnis di wilayah tersebut.
Presiden Azerbaijan Ilham Aliyev pun menegaskan bahwa negaranya memulihkan kedaulatannya dengan melancarkan serangan terhadap separatis di wilayahnya dan mengisyaratkan kemungkinan perjanjian perdamaian pada masa depan dengan Armenia.
“Unit ilegal Armenia telah memulai proses penarikan diri. Mereka menerima persyaratan kami dan mulai menyerahkan senjata mereka,” kata Aliyev dalam pidato yang disiarkan televisi.
Kedua belah pihak sepakat untuk mengadakan pembicaraan mengenai reintegrasi wilayah yang memisahkan diri ke seluruh Azerbaijan di Kota Yevlakh, pada Kamis (21/9/2023).
Aliyev mengatakan pemerintah Armenia secara mengejutkan telah menunjukkan sisi politisnya dengan menyetujui ketentuan gencatan senjata.
“Kami menghargai ini perkembangan yang terjadi kemarin dan hari ini, akan berdampak positif pada proses perdamaian antara Azerbaijan dan Armenia,” ujarnya.
Sementara itu, Rusia selama ini telah menempatkan pasukan penjaga perdamaian di Karabakh sejak akhir perang 2020.
Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan pihaknya mengharapkan penyelesaian konflik yang damai, tanpa menyebutkan perjanjian gencatan senjata.
“Kami berhubungan erat dengan semua pihak yang berkonflik dengan pihak berwenang di Yerevan, dengan pihak berwenang [separatis Karabakh] di Stepanakert dan di Baku,” kata Putin.