Bisnis.com, JAKARTA - Unjuk rasa yang digelar warga Air Bangis, Pasaman Barat di Kantor Gubernur Sumatra Barat terkait penolakan terhadap proyek strategis nasional (PSN) diwarnai aksi penangkapan sejumlah massa oleh aparat kepolisian.
Berdasarkan pernyataan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) melalui akun Instagramnya, Sabtu (5/8/2023), terjadi tindakan represif dan penangkapan secara sewenang-wenang terhadap 14 orang, terdiri atas 4 orang warga, 7 orang pendamping hukum dari LBH Padang dan PBHI Sumbar, dan 3 orang mahasiswa, yang dilakukan oleh aparat kepolisian daerah Sumatra Barat.
Menurut penjelasan kronologi YLBHI, aksi unjuk rasa dengan jumlah massa yang diklaim sekitar 1.500 orang telah berlangsung sejak Senin (31/7/2023). Masyarakat menuntut gubernur Sumatra Barat (Sumbar) untuk berdialog langsung.
"Namun, hingga Jumat (4/8/2023), gubernur Sumbar tak pernah menemui masyarakat yang demonstrasi. Gubernur malah menemui massa tandingan dan bersilaturahmi di saat salat Subuh," tulis YLBHI.
Kemudian, melalui video pada 4 Agustus 2023, wakil bupati Pasaman Barat bersama Polresta Padang mengajak warga Air Bangis untuk pulang ke Air Bangis dan telah menyiapkan bus untuk mengantar kepulangan warga.
Lalu, pada siang ini, Sabtu (5/8/2023), utusan warga dan mahasiswa melakukan dialog dengan Pemprov Sumbar di Kantor Gubernur Sumatra Barat. Sambil menunggu utusan yang berdialog, masyarakat berselawat di masjid raya.
Baca Juga
Namun, YLBHI menyebut, aparat kepolisan secara brutal memasuki area masjid dengan mengenakan sepatu dan menangkap warga.
"Selain warga, enam orang pendamping dari YLBHI-LBH Padang dan PBHI beserta beberapa mahasiswa juga turut ditangkap dan digelandang ke Mapolda Sumatra Barat," demikian keterangan YLBI.
YLBHI pun mengecam tindakan penangkapan yang dilakukan oleh aparat tersebut dan mendesak Kapolda Sumbar untuk segera membebaskan warga dan pendamping yang ditangkap.
"Atas tindakan arogan dan brutalitas aparat tersebut, YLBHI menyatakan mengecam dan mengutuk perilaku brutal aparat kepolisian, mendesak Kapolda untuk segera membebaskan warga dan pendamping yang ditangkap, dan mendesak Kapolri untuk mengevaluasi tindakan Kapolda Sumbar dan anggotanya," kata YLBHI.
Diberitakan Bisnis sebelumnya, Koordinator Aksi Warga Air Bengis Haris Ritonga menyebut, tujuan masyarakat datang menemui gubernur di Padang adalah untuk menyampaikan kondisi yang saat ini tengah dihadapi petani terkait lahan perkebunan kelapa sawit yang masuk dalam proyek strategis nasional (PSN).
Haris mengatakan, tidak hanya soal PSN, warga juga ingin menyampaikan beberapa persoalan lainnya, yang dianggap penting disampaikan dan dibicarakan secara langsung ke Gubernur Sumbar.
Persoalan itu, di mana ada harapan dan tuntutan lainnya, yaitu membebaskan lahan masyarakat dari kawasan hutan produksi. Lalu masyarakat meminta kepada gubernur untuk membebaskan masyarakat dari Koperasi KSU ABS HTR dan memberikan kebebasan kepada masyarakat untuk menjual sawit kepada pihak manapun.
"Selama ini hasil panen kelapa sawit masyarakat hanya bisa dijual ke pihak tertentu," ujar Haris, Rabu (2/8/2023).
Menurutnya, persoalan yang dihadapi oleh masyarakat di Air Bangis ini bukan hal yang baru, tetapi terkait PSN tersebut membuat masyarakat merasa terancam kehilangan sumber ekonomi keluarga, di mana ada banyak anak-anak yang bersekolah menggantungkan hidup dari hasil panen kelapa sawit.
"Sekarang kita ndak bisa panen sawit lagi, karena dinilai mencuri, ancamannya kita bisa kena tangkap. Makanya kita tetap bertahan hingga hari ketiga ini melakukan aksi demo, supaya bisa dibantu gubernur, tapi sekarang gubernur belum bersedia menemui kami di lapangan ini," ungkap dia.