Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Hukum Melakukan Ibadah Haji dengan Cara Kredit, Sah atau Tidak?

Berikut penjelasan ulama mengenai seorang jemaah yang melangsungkan ibadah haji dengan cara meminjam uang atau kredit dan pembayarannya diangsur.
Pelaksanaan ibadah haji 2020./Bloomberg
Pelaksanaan ibadah haji 2020./Bloomberg

Bisnis.com, SOLO - Melakukan ibadah haji untuk bisa mengunjungi tanah suci merupakan impian semua umat muslim di dunia.

Haji merupakan rukun islam yang wajib ditunaikan oleh seluruh umat muslim, apabila mampu.

Ibadah ini dilakukan setahun sekali saat bulan Dzulhijjah. Agar ibadah ini sah, maka syarat dan rukun haji harus terpenuhi.

Adapun syarat haji yang harus dipenuhi yakni:

  • Beragama Islam
  • Dewasa atau baligh
  • Berakal
  • Merdeka
  • Mempunyai bekal dan ketersediaan kendaraan
  • Telah memasuki waktu haji
  • Fasilitas jalan memadai
  • Jarak terjangkau yang memungkinkan untuk diakses

Dilakukan dalam keadaan mampu, lantas bagaimana hukum melakukan ibadah haji dengan cara kredit atau mengangsur?

Melansir dari NU Online, ibadah haji sejatinya harus dilakukan apabila mampu. Mampu yang dimaksud adalah fisik dan finansial.

اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا ۚ وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ

Artinya, “Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam,” (Ali Imran ayat 97).

Dari ayat ini ulama memahami bahwa seseorang yang mampu fisik namun tidak mampu secara finansial (karena mengangsur) masih tetap dijatuhi hukuman sah apabila melaksanakan ibadah haji.

Orang yang belum mampu di sini misalnya dapat berhaji karena diberangkatkan oleh pihak lain atau meminjam uang sebesar keperluan untuk biaya penyelenggaraan ibadah haji kepada pihak lain yang pelunasannya diangsur melalui potongan gaji yang bersangkutan.

فَمَنْ لَمْ يَكُنْ مُسْتَطِيْعًا لَمْ يَجِبْ عَلَيْهِ الْحَجُّ لَكِنْ إِذَا فَعَلَهُ أَجْزَأَهُ

Artinya, “Orang yang tidak mampu, maka tidak wajib haji, akan tetapi jika ia melaksanakannya, maka hajinya sah,” (Lihat Ibrahim As-Syarqawi, Hasyiyatus Syarqawi ‘alat Tuhfah, [Beirut, Darul Fikr: tanpa catatan tahun], juz I, halaman 460).

Keabsahan ibadah haji orang yang tidak mampu ini juga dikatakan oleh Syekh Ramli dalam Nihayatul Muhtaj.

Menurutnya, ibadah haji orang faqir dan orang yang lemah tetap sah sejauh yang bersangkutan itu merdeka dan terkena beban hukum Islam (taklif).

"Hukumnya mencukupi (ijza’) haji orang fakir dan setiap orang yang tidak mampu selama dalam dirinya terkumpul sifat merdeka dan mukallaf, seperti bila orang sakit memaksakan diri shalat Jum’at,” (Lihat Muhammad bin Syihabuddin Ar-Ramli, Nihayatul Muhtaj ila Syarhil Minhaj, [Mesir, Musthafa Al-Halabi: 1938 M], juz III, halaman 233).

Disimpulkan bahwa orang yang belum mampu, meskipun tidak wajib, boleh melakukan ikhtiar-ikhtiar dalam mengupayakan biaya penyelenggaraan ibadah haji.

Salah satu cara ikhtiar yang dilakukannya yakni dengan cara meminjam uang kepada pihak lain, menabung, arisan haji, atau dengan cara lainnya yang dibenarkan dalam syariat.

Sedangkan hukum melakukan ibadah hajinya tetap dianggap sah.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper