Bisnis.com, JAKARTA - Seorang penasihat kepala Pasukan Dukungan Cepat (RSF) Sudan mengatakan bahwa RSF belum memberikan persetujuan untuk gencatan senjata selama sepekan, yang dimulai dari Kamis (4/5/2023).
Melansir TASS, menurutnya masih terlalu dini berbicara tentang persetujuan atas gencatan senjata selama 7 hari di Sudan.
"Masih terlalu dini untuk berbicara tentang persetujuan kami terhadap gencatan senjata 7 hari. Kami belum menyepakati (gencatan senjata panjang) itu," kata penasihat tersebut seperti dikutip oleh saluran televisi Al Arabiya.
Sementara itu di saat yang sama, pejabat itu menambahkan bahwa RSF pada prinsipnya tidak menolak gencatan senjata, dan menghargai semua inisiatif yang ditujukan untuk menyelesaikan krisis di negara tersebut.
Saluran televisi Al Sharq melaporkan dengan mengutip Kementerian Luar Negeri Sudan Selatan, bahwa angkatan bersenjata Sudan dan RSF pada prinsipnya akan memberikan persetujuan untuk gencatan senjata yang dimulai Kamis (4/5/2023).
Selain itu, dia menambahkan bahwa konflik telah setuju untuk menunjuk delegasi guna pembicaraan damai, dan menyatakan bahwa negosiasi akan diadakan di tempat yang dipilih oleh kedua pihak.
Ketegangan di Sudan meningkat setelah terjadi ketidaksepakatan antara panglima militer Abdel Fattah al-Burhan, yang juga mengepalai Dewan Kedaulatan yang berkuasa, dan Kepala Pasukan Dukungan Cepat (RSF) paramiliter Mohamed Hamdan Dagalo yang dikenal sebagai Hemedti, wakil al-Burhan di dewan.
Pertikaian terjadi antara kedua organisasi militer tersebut berkaitan dengan upaya untuk menyatukan angkatan bersenjata Sudan, terkait pihak yang harus diangkat sebagai panglima tertinggi angkatan darat.
Bentrokan bersenjata antara faksi-faksi militer yang bersaing meletus di dekat sebuah pangkalan militer di Merowe dan di Ibu Kota, Khartoum, pada Sabtu (15/4/2023).
Menurut Kementerian Kesehatan negara itu, lebih dari 550 orang telah tewas di negara itu sejak konflik pecah di Sudan.