Bisnis.com, JAKARTA - Angkatan Bersenjata Ukraina menangkis 45 serangan Rusia yang diluncurkan selama 24 jam terakhir ketika pertempuran berkecamuk di sekitar kota Bakhmut. Sementara itu, Amerika Serikat (AS) menjanjikan lebih banyak senjata untuk membantu Kyiv mempersiapkan serangan balasan musim semi.
Komandan Militer Kyiv mengatakan, serangan balasan yang dihadapi oleh pasukan di wilayah Ukraina timur telah membuat mereka sadar akan pentingnya menduduki kota-kota di Ukraina, tak terkecuali Bakhmut.
Ukraina dikabarkan tengah mendiskusi rencana serangan balik ke Rusia dengan kalangan politik dari sekutu mereka, yakni Amerika Serikat (AS) dan Eropa.
Menurut Direktur Publikasi Defense Express Serhiy Zgurets, diplomat Ukraina harus segara meyakinkan sekutunya bahwa satu kemajuan yang mendorong mundur pasukan Rusia tidak akan cukup untuk meraih kemenangan.
"Itu berarti melatih tentara kita di negara-negara anggota NATO, mengamankan peralatan dan amunisi yang kita butuhkan dan merencanakan untuk menentukan kapan dan di mana memulai serangan balik, atau jika harus dilakukan di beberapa tempat sekaligus," ujarnya dikutip dari Channel News Asia, Rabu (5/4/2023).
Diketahui, AS telah mengirimkan bantuan militer senilai US$2,6 miliar atau Rp38,83 triliun untuk pemerintahan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky pada Selasa (4/4/2023).
Baca Juga
Melansir dari Reuters, Pentagon (Departemen Pertahanan AS) mengatakan, bantuan-bantuan militer itu terdiri dari tiga radar pengawasan udara, roket anti-tank serta truk bahan bakar.
Paket bantuan tersebut juga mencakup amunisi tambahan untuk pertahanan udara NASAMS yang telah diberikan AS dan sekutunya kepada Kyiv.
Kemudian, amunisi udara presisi, roket GRAD era Soviet, sistem penghubung lapis baja, serta pendanaan untuk pelatihan dan pemeliharaan alat militer.
Adapun, pengiriman bantuan militer tersebut membuat Rusia naik darah. Keduataan Besar Rusia di Washington menuduh bahwa AS ingin memperpanjang konflik untuk waktu selama mungkin.
Keputusan untuk kembali memasok senjata ke Kyiv dinilai dapat meningatkan krisis serta jumlah korban sipil di Ukraina.
Korban di Bakhmut
Puluhan ribu warga sipil serta tentara Ukraina dinyatakan tewas dalam operasi militer khusus Rusia di Kota Bakhmut, Ukraina timur.
Pertempuran Bakhmut telah menjadi salah satu konflik paling berdarah dengan banyak korban jiwa dari kedua negara dan menyebabkan kehancuran di sebagian kota.
Pendiri pasukan tentara bayaran Wagner Rusia, Yevgeny Prigozhin, baru-baru ini mengklaim bahwa pasukannya telah berhasil merebut kota pertambangan dan pusat logistik tersebut.
Kendati demikian, pernyataan tersebut dibantah oleh pemerintah Ukraina. Mereka justru menyebut bahwa pasukan Ukraina lah yang berhasil mengambil setidaknya setengah wilayah dari kota Bakhmut.
"Di sektor Bakhmut, tidak ada hentinya aksi musuh yang ditujukan untuk menyerbu kota Bakhmut. Setidaknya 20 serangan musuh berhasil dipukul mundur di sini saja selama 24 jam terakhir," kata staf umum Ukraina dalam sebuah laporan di Facebook.
Finlandia Bergabung dengan NATO
Di sisi lain, pertempuran ini juga telah membawa kabar baik bagi Ukraina. Sebab, Ukraina kini memperoleh dukungan tambahan usai Finlandia bergabumg dalam aliansi NATO pada Selasa (4/4/2023).
Invasi Rusia ke Ukraina disebut sebagai alasan utama dari keputusan Finlandia untuk akhirnya bergabung dengan NATO. Hal ini mendorong Finlandia untuk mencari keamanan di bawah payung pakta pertahanan kolektif NATO yang menyatakan bahwa serangan terhadap satu anggotanya adalah serangan terhadap semua.
"Saya mengucapkan selamat kepada semua orang Finlandia. Agresi Rusia dengan jelas membuktikan bahwa jaminan kolektif dan preventif yang dapat diandalkan," kata Zelenskiy dalam pidato malamnya.
Rusia yang telah menyaksikan gelombang perluasan NATO berturut-turut sejak Perang Dingin berakhir tiga dekade lalu juga mengatakan akan memperkuat kapasitas militernya di wilayah barat dan barat laut sebagai tanggapan atas aksesi Finlandia.
Secara terpisah, Kremlin mengatakan Presiden Belarusia Alexander Lukashenko akan melakukan perjalanan ke Moskow pada Rabu (5/4/2023) untuk pembicaraan dua hari dengan Presiden Rusia Vladimir Putin.