Bisnis.com, JAKARTA- Para pakar sinologi menilai protes generasi muda yang terjadi di China akhir-akhir ini akan terus berlangsung selama periode pemerintahan Xi Jinping. Gerakan protes yang dipicu karantina massal akibat Covid-19 itu dikenal sebagai White Paper Movement.
Kesimpulan itu terungkap dari diskusi yang diselenggarakan Forum Sinologi Indonesia (FSI). Diskusi tersebut mengundang Profesor Jie Chen Ph.D yang merupakan pakar terkait China dan penulis buku "The Overseas Chinese Democracy Movement: Assessing China’s Only Open Political Opposition”.
Chen yang juga Ahli Ilmu Politik University of Western Australia itu mengungkapkan gerakan protes belakangan ini berbeda dengan gelombang protes sebelumnya. “Pertama, elemen elemen dalam Gerakan Kertas Putih menantang legitimasi rezim Partai Komunis China (PKC) dan bangkitnya seorang ditaktor,” ungkapnya dikutip dari siaran pers, Jumat (27/1/2023).
Selain itu, gerakan itu juga menandakan munculnya kebangkitan politik di kalangan masyarakat China generasi pasca 1990-an. Chen juga mengatakan bahwa kebangkitan politik pada generasi di atas telah membuat banyak pihak terkejut.
Hal penting untuk dicatat, menurut Profesor Chen, Gerakan Kertas Putih itu terjadi tanpa adanya pengaruh dan dorongan dari gerakan demokrasi orang China seberang lautan (overseas Chinese democracy movement). Menurutnya, inspirasi internasional dari gerakan yang berawal dari protes anti lockdown tersebut justru datang dari tayangan Piala Dunia di Qatar, yang memperlihatkan kehidupan yang bebas dan bahagia tanpa lockdown ataupun masker.
Akhirnya, yang terpenting, dalam pandangan Profesor Jie Chen adalah, munculnya gerakan protes pada November 2022 lalu menandai retaknya “kesepakatan besar pasca Tiananmen” antara masyarakat China dan rezim penguasa. Kesepakatan yang pada intinya merupakan penukaran hak politik rakyat dengan kemakmuran ekonomi itu nampaknya sedang menghadapi tantangan yang sangat penting.
Baca Juga
Chen memprediksi bahwa protes serupa akan lebih banyak terjadi di sepanjang era pemerintahan Xi Jinping. “Ini akan sangat bergantung pada kemampuan kepemimpinan baru China. Dapatkah tim kepemimpinan [Politbiro] yang baru, yang terdiri dari Xi dan para kroninya itu, mengatasi tantangan dan krisis yang dihadapi China, sehingga kesepakatan besar pasca Tiananmen dapat diperkuat kembali?” singgungya.
Menurutnya, krisis ekonomi yang diperparah antara lain oleh krisis demografik dan pengucilan China oleh Barat sebagai akibat “Perang Dingin Baru” akan menjadi tantangan terbesar Xi dan para sekutunya dalam kepemimpinan China.
Sementara itu, Ketua FSI yang juga mengajar kajian China di Universitas Pelita Harapan, Johanes Herlijanto mengatakan bahwa terjadinya Gerakan Kertas Putih di China pada November 2022 lalu sangat menarik dan penting untuk dicermati. “Model pemerintahan otoriter PKC yang bersifat top-down dan mengandalkan pengawasan dan tekanan terhadap warga yang berbeda pendapat dengan penguasa ternyata bukan model yang tepat untuk mengatasi berbagai persoalan yang timbul dalam masyarakat,” simpulnya.