Bisnis.com, JAKARTA -- Pemerintah telah menerbitkan Undang-undang No.4/2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sistem Keuangan atau PPSK.
Salah satu yang diatur beleid tersebut terkait dengan mekanisme pemberian data perbankan dalam proses penyelesaian kasus pidana.
Ketentuan pengaturan permintaan data perbankan itu diatur dalam Pasal 42 UU PPSK. Pasal itu menjelaskan tentang kewenangan Otoritas Jasa Keuangan atau OJK untuk memberikan izin kepada Polri, Kejaksaan, hakim dan penyidik lain untuk memperoleh informasi perbankan milik tersangka terdakwa, atau terpidana.
"Untuk kepentingan peradilan dalam perkara pidana, OJK berwenang memberikan izin kepada polisi, jaksa, hakim, atau penyidik lain yang diberi wewenang berdasarkan undang-undang untuk memperoleh informasi dari
bank mengenai simpanan tersangka, terdakwa, terpidana, atau pihak lain yang terkait dengan tersangka, terdakwa, atau terpidana," demikian dikutip dari UU PPSK, Senin (16/1/2023).
Adapun izin tersebut diberikan setelah ada permintaan tertulis dari institusi yang bersangkutan. Misalnya kalau dari Polri, harus ada surat dari pejabat yang bersangkutan misalnya Kapolri, Kabareskrim hingga kepala reserse.
Ketentuan mengenai pemberian data untuk kepentingan pidana itu sekaligus menganulir ketentuan dalam Pasal 42 Undang-undang No.10/1998 tentang Perbankan. UU Perbankan menekankan bahwa pemberian izin untuk permintaan data nasabah untuk kepentingan peradilan berada di tangan Bank Indonesia.
Baca Juga
Kewenangan Penyidikan
Selain penguatan kewenangan mengenai permintaan data. OJK juga mendapatkan kewenangan penuh dalam melakukan penyidikan atas tindak pidana keuangan di sektor lembaga jasa keuangan.
Kewenangan itu sesuai dengan Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK) yang telah disahkan DPR beberapa waktu lalu.
Pengaturan kewenangan penyidikan di dalam UU PPSK yang tinggal menunggu penomoran dari pemerintah ini secara tidak langsung menganulir peran kepolisian yang selama ini bertindak sebagai lembaga penyidik kasus-kasus di sektor keuangan.
Soal penyidik misalnya, OJK bisa mengangkat pegawainya sebagai penyidik asal telah memenuhi kriteria yang ditetapkan oleh Polri.
Sementara itu, sebagai konsekuensi dari perluasan kewenangan penyidikan tersebut, UU PPSK memberikan tiga kewenangan tambah kepada OJK. Pertama, meminta kepolisian untuk menangkap pelaku tidak pidana di sektor keuangan.
Kedua, melakukan penyidikan tindak pidana pencucian uang dengan tindak pidana asal berupa tindak pidana di sektor jasa keuangan. Ketiga, menyampaikan hasil penyidikan kepada jaksa untuk dilakukan penuntutan.
Kadiv Humas Polri Irjen Pol Dedi Prasetyo belum bisa memberikan pernyataan karena masih menunggu perkembangan dari Bareskrim Polri. "Kami juga menunggu update dari Bareskrim," ujarnya, Senin (9/1/2023).
Sebelumnya, Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK Mirza Adityaswara mengatakan sebagai pelaksana dari aturan yang ditetapkan pemerintah dan DPR itu, OJK harus siap dalam menjalankannya.
"Kami diberi amanat tersebut oleh negara, kami akan siapkan terkait organisasinya, orangnya, dan anggarannya," kata Mirza dalam paparan hasil Rapat Dewan Komisioner (RDK) OJK pada Senin (2/12/2022).
Meski diberi wewenang lebih di UU PPSK, Mirza mengatakan OJK telah bersiap sebelum adanya regulasi itu.
"Sebelum ada UU PPSK, OJK telah melakukan penguatan organisasi, fokusnya penguatan organisasi di IKNB [industri keuangan non-bank], pasar modal, dan perlindungan konsumen," ujar Mirza.