Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kompak! Jokowi dan Ma’ruf Amin Larang Jual Rokok Ketengan

Presiden Jokowi dan Wapres Ma’ruf Amin larang pelaku usaha jual rokok ketengan. Ini alasannya!
Presiden Joko Widodo didampingi Wakil Presiden Maruf Amin tiba di lokasi pembukaan masa persidangan I DPR tahun 2020-2021 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (14/8/2020). ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay
Presiden Joko Widodo didampingi Wakil Presiden Maruf Amin tiba di lokasi pembukaan masa persidangan I DPR tahun 2020-2021 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (14/8/2020). ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay

Bisnis.com, SEMARANG – Presiden Joko Widodo (Jokowi) melarang dan Wakil Presiden (Wapres) RI Ma’ruf Amin menegaskan bahwa Pemerintah akan mengeluarkan larangan penjualan rokok ketengan pada 2023.

Rencana larangan ini tertuang dalam Keputusan Presiden Nomor 25 Tahun 2022 tentang Program Penyusunan Peraturan Pemerintah Tahun 2023.

Dalam beleid itu tercantum rencana untuk merevisi Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 soal Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan.

Ma'ruf Amin menyampaikan bahwa langkah untuk melarang penjualan rokok batangan ini juga menjadi salah satu amanat dari undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.

Oleh karena itu, dia mengatakan langkah tersebut harus dijalankan.

"Aturan ini merupakan turunan dari undang-undang, sehingga masalahnya sudah menjadi undang-undang, sehingga harus dilaksanakan," tuturnya kepada wartawan di Pusat Layanan Usaha Terpadu (PLUT), Koperasi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (KUMKM) Kabupaten Semarang, Selasa (27/12/2022).

Lebih lanjut, Ma'ruf Amin ini menyampaikan pemberlakuan larangan penjualan rokok batangan ini bertujuan untuk memberikan perlindungan kesehatan bagi masyarakat, baik individu dewasa maupun anak-anak.

Dia mendengar bahwa rokok batangan itu yang banyak membeli anak-anak.

"Jadi ini menyangkut masalah kesehatan, jadi ini untuk mencegah," paparnya.

Terkait implementasinya di lapangan, Ma’ruf pun menekankan bahwa pemerintah dan seluruh pihak terkait akan memastikan pengawasan penerapannya di lapangan, baik dari sisi sosialisasi, hingga penjualannya.

"Kalau pengawasan, pasti ya. Karena ini sudah menjadi [amanat] undang-undang dan itu dalam rangka menjaga kesehatan masyarakat, [pengawasan] kita siapkan. Pengawasan akan terus dilakukan," imbuhnya.

Secara terpisah, Presiden Joko Widodo (Jokowi) juga menegaskan bahwa penjualan rokok batangan akan dilarang lantaran demi menjaga kesehatan masyarakat di Indonesia.

Soal penjualan rokok, orang nomor satu di Indonesia ini bahkan menegaskan selama ini Indonesia masih memperbolehkan penjualan secara batangan.

Sementara itu, lanjutnya, di beberapa negara sudah ada yang melarang penjualan rokok sepenuhnya, baik batangan maupun per bungkus.

"Di beberapa negara justru sudah dilarang [jual rokok batangan]. Kita kan masih [boleh jual rokok], tetapi untuk yang batangan, tidak," tegasnya di Pasar Pujasera, Jawa Barat, Selasa (27/12/2022).

Sebelumnya, wacana pelarangan penjualan rokok batangan telah tertuang dalam peraturan pemerintah yang akan disusun pada 2023, yaitu melalui Keputusan Presiden Nomor 25 Tahun 2022 tentang Program Penyusunan Peraturan Pemerintah Tahun 2023 yang diteken Jokowi pada 23 Desember 2022.

Dalam beleid itu, pemerintah berencana menyusun Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan.

Sementara itu, rencana pemerintah untuk melarang penjualan rokok secara eceran ditolak sejumlah pedagang.

Tanggapan Pengusaha 

Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) menilai pembatasan ini berpotensi makin menggerus pendapatan para pedagang warung di tengah melemahnya daya beli masyarakat, apalagi harga rokok baru diumumkan naik.

Secara terpisah, Sekretaris Jenderal APPSI Mujiburrohman menegaskan melalui Keputusan Presiden 25/2022 tentang Program Penyusunan Peraturan Pemerintah Tahun 2023, pemerintah berencana merevisi Peraturan Pemerintah (PP) 109/2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan.

Dalam salah satu poinnya, revisi PP 109/2012 akan melarang penjualan rokok batangan.

“Pembatasan akses untuk mendapatkan rokok pasti akan berdampak kepada penjualan. Kami memperkirakan, jika aturan ini diberlakukan, omzet kami bisa menurun lebih dari 30%,” tuturnya lewat rilis, Selasa (27/12/2022).

Penurunan omzet yang cukup besar ini dijelaskan Mujiburrohman lantaran penjualan rokok merupakan kontributor pendapatan warung terbesar setelah penjualan bahan-bahan pokok.

Komposisinya bisa mencapai 30 persen dari total omzet yang biasa didapatkan para pedagang.

Meski demikian, Mujiburrohman menjelaskan bahwa margin keuntungan dari penjualan rokok sejatinya kecil.

“Belanja rokok ini membutuhkan modal yang besar, namun marginnya tipis. Untuk warung atau toko yang menjual per bungkus, kisaran omzetnya mungkin 5-10 persen dari harga jual, sementara untuk yang biasa menjual grosir biasanya mengambil margin hanya 1-3 persen,” imbuhnya.

Mujiburrohman menjelaskan, meski marginnya tipis, tetapi penjualan rokok memang memiliki perputaran yang cepat.

Oleh karenanya, pembatasan akses terhadap pembelian rokok pasti akan memperlambat perputaran penjualan, sehingga omzet pun pasti akan ikut berkurang.

Tak hanya bagi para pedagang yang tergabung dengan APPSI, Mujiburrohman menaksir pembatasan ini juga pasti akan berpengaruh ke seluruh pedagang di Indonesia.

Pedagang yang juga termasuk pelaku sektor bisnis usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) merupakan penopang perekonomian Indonesia pada saat pandemi.

Data Kementerian Koperasi dan UKM menyebut, jumlah sektor bisnis UMKM di Indonesia pada 2021 mencapai 64,19 juta dengan partisipasi terhadap produk domestik bruto (PDB) sebesar 61,97 persen. 

Tak hanya dari aspek operasi bisnis, Mujiburrohman menaksir pelarangan penjualan rokok eceran bisa memiliki dampak yang lebih besar, lantaran kini daya beli masyarakat tengah melemah.

“Harga rokok terus naik, makanya masyarakat yang biasa membeli per bungkus, mulai mengurangi pembeliannya. Fakta di lapangan membuktikan bahwa kemampuan membeli masyarakat masih lemah dan belum pulih,” timpalnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper