Bisnis.com, JAKARTA - Sengkarut pengelolaan aset Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) tak pernah rampung. Saking banyaknya dan minimnya inventarisasi, sejumlah aset BLBI dikuasi pihak ketiga bahkan dijual oleh tangan-tangan tak bertanggung jawab.
Dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Dengan Tujuan Tertentu (DTT) atas Pengelolaan Aset Properti dan Aset Kredit BLBI tahun 2020 dan Semester 1 2021, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tersebut menemukan sebanyak 808 aset properti senilai Rp5,8 triliun telah dikuasai pihak ketiga.
Aset BLBI yang dikuasai tersebut tersebar di sejumlah daerah. BPK mencatat 6 aset yang dikuasai pihak ketiga di Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang Jakarta III saja nilainya mencapai Rp293,9 miliar.
Aset-aset tersebut antara lain di Jalan Raya Pejaten RT 001/01, Pejaten Barat, Pasar Minggu seluas 2.210 m2 senilai Rp19,8 miliar yang diklaim dan diberi papan nama oleh pihak lain. Kemudian aset di ex-Pasar Patra, Kel. Duri Kepa, Kecamatan Kebon Jeruk seluas 9.164 m2 senilai Rp19 miliar yang diklaim dan diberi papan nama oleh pihak lain.
Aset lainnya berupa tanah di Duri Kepa Kecamatan Kebon Jeruk seluas 4.999 m2 senilai Rp50.339.930.000,00 yang digunakan oleh kelompok pemulung. Selanjutnya, aset tanah di Jalan Kali Baru Timur VI seluas 25.590 m2 senilai Rp11,2 miliar yang digunakan sebagai rumah oleh masyarakat sekitar.
Sedangkan aset yang terakhir, berupa tanah di Jalan Karet Belakang, Setiabudi yang masing-masing seluas 5.410 m2 dan 17.336 m2 dengan total nilai Rp193,3 miliar (Rp45,9 miliar + Rp147,3 miliar) yang digunakan sebagai rumah oleh masyarakat sekitar.
Selain di DKI Jakarta, BPK juga menyoroti aset-aset yang telah berpindah tangan di daerah lainnya. 13 aset berada di KPKNL Bandung senilai Rp30,1 miliar, 5 aset di KPKNL Semarang senilai Rp14,5 miliar dan lima aset yang berada di KPKNL Surabaya senilai Rp38 miliar.
Baca Juga
Dijual Oknum DJKN
Dalam catatan Bisnis, lemahnya kontrol pemerintah terkadang menjadi celah bagi sejumlah oknum di Kementerian Keuangan untuk mengeruk keuntungan. Awal tahun lalu, penyidik Polres Bogor telah menetapkan oknum pegawai Kemenkeu yang memalsukan surat aset BLBI. Pemalsuan surat tersebut membuat ratusan hektare aset ditengarai jatuh ke tangan pihak ketiga.
Kasus ini memiliki kaitan erat dengan perkara yang sedang ditangani oleh Mabes Polri. Perkaranya saat ini sudah masuk penyidikan.
Ringkasan Laporan Keuangan Transaksi Khusus Pemerintah Pusat yang diperoleh Bisnis dari kalangan pemerintah bahkan secara spesifik menunjukan aset-aset mana saja yang suratnya dipalsukan oleh jaringan mafia tanah yang diduga berkolaborasi dengan para pejabat di Kementerian Keuangan.
Aset pertama yang telah berpindah tangan adalah tanah seluas 2.991.360 m2 atau 2.991 hektare di Desa Neglasari. Kedua, aset seluas 2.013.060 m2 di Cikopomayak, Kabupaten Bogor.
Soal lahan di Cikopomayak, Satgas BLBI sebelumnya telah menyita lahan eks BLBI seluas 5.004.429 m2.
Ketiga, aset berupa lahan dan bangunan seluas 3.911 m2 di Kawasan Bogor Utara, Kota Bogor. Total kerugian negara menurut laporan keuangan tersebut senilai Rp52 miliar rupiah.
Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri Brigjen Pol Andi Rian memaparkan bahwa kasus yang ditangani Bareskrim adalah kasus pemalsuan dengan obyek surat DJKN.
Andi memaparkan bahwa kasus tersebut masih dalam tahap penyelidikan. Penyidik juga telah meminta keterangan saksi-saksi yang terkait dengan perkara tersebut. "Bukan penggelapan, tapi dugaan pemalsuan dengan obyek surat DJKN Palsu," jelasnya.