Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Selamat Ulang Tahun Bung Karno! Ini Perjalanan Sang Proklamator Indonesia

Soekarno aktif berpartisipasi dalam kegiatan organisasi pemuda Tri Koro Dharmo, yang didirikan sebagai organisasi Budi Utomo.
Wali Kota Bandung Ridwan Kamil atau yang akrab disapa Kang Emil (tengah) mengamati lukisan Presiden Soekarno saat mengunjungi Perpustakaan Nasional Bung Karno di Blitar, Jawa Timur, Rabu (8/3)./Antara-Irfan Anshori
Wali Kota Bandung Ridwan Kamil atau yang akrab disapa Kang Emil (tengah) mengamati lukisan Presiden Soekarno saat mengunjungi Perpustakaan Nasional Bung Karno di Blitar, Jawa Timur, Rabu (8/3)./Antara-Irfan Anshori

Bisnis.com, JAKARTA - Indonesia hari ini merayakan kelahiran Soekarno pada 6 Juni, yang dikenal sebagai Bapak Proklamasi, sekaligus presiden pertama Indonesia.

Ada banyak kisah hidup yang dimiliki oleh Presiden Soekarno berikut ini supaya lebih mengenalnya.

Biografi Presiden Pertama Indonesia Soekarno

Ir. Soekarno atau yang biasa disapa Bung Karno, lahir pada 6 Juni 1901 di Surabaya, Jawa Timur dan meninggal pada 21 Juni 1970 di Jakarta.

Di beberapa negara Barat, nama Soekarno mungkin ditulis sebagai Achmed Soekarno. Hal ini terjadi saat Soekarno pertama kali berkunjung ke Amerika Serikat (AS) dan sejumlah wartawan bertanya-tanya nama aslinya. Mereka belum paham kebiasaan masyarakat Indonesia yang hanya menggunakan satu nama saja atau tidak memiliki nama keluarga. Untuk beberapa alasan, seseorang menambahkan nama Achmed di depan nama Soekarno. 

Menurut versi lain, Soekarno mendapatkan nama Achmed saat menunaikan ibadah haji. Adapun yang mengatakan juga bahwa nama Achmed merupakan pemberian para diplomat Islam asal Indonesia yang memiliki misi luar negeri  untuk mendapatkan persetujuan kedaulatan negara Indonesia oleh negara-negara Arab.

Pada saat menjadi Presiden Republik Indonesia, ejaan Soekarno berubah menjadi Sukarno karena dia beranggapan nama tersebut menggunakan ejaan penjajah Belanda. Namun, dia tetap menggunakan nama Soekarno dalam tanda tangannya karena sudah tercantum dalam Teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang tidak boleh diubah.

Seiring berjalannya waktu, para penulis sejarah mengemukakan nama lengkap Soekarno, yaitu Koesno Sosrodihardjo. Soekarno memiliki orang tua yang bernama Raden Soekemi Sosrodihardjo dan Ida Ayu Nyoman Rai. Adapun semasa hidupnya, dia mempunyai tiga orang istri dengan dikaruniakan delapan anak. 

Dari istri pertama yang bernama Fatmawati, Soekarno mempunyai anak bernama Guntur, Megawati, Rachmawati, Sukmawati, dan Guruh. Kemudian, dengan Istri yang bernama Hartini, dia mempunyai anak bernama Taufan dan Bayu, sedangkan dari istri Ratna Sari Dewi, wanita turunan Jepang bernama asli Naoko Nemoto, mempunyai anak bernama Kartika.

Perjalanan Pendidikan Presiden Soekarno

Pada jenjang sekolah dasar (SD), Soekarno mengenyam pendidikan di Sekolah Rakyat di Tulung Agung hingga akhirnya pindah ke Mojokerto untuk mengikuti orang tuanya yang ditugaskan ke kota tersebut pada 1908. Di Mojokerto, ayahnya menyekolahkan Soekarno ke sekolah tempatnya bekerja, Hollandsch Inlandsche School (HIS). 

Kemudian, pada Juni 1911, Soekarno dipindahkan ke Europeesche Lagere School (ELS) untuk memudahkannya diterima di Hoogere Burger School (HBS). Pada 1915, Soekarno menyelesaikan pendidikannya di ELS dan sukses masuk HBS di Surabaya, Jawa Timur. Dia diterima oleh HBS dengan bantuan seorang teman ayahnya bernama H.O.S. Tjokroaminoto.

Di Surabaya, Soekarno bertemu banyak pemimpin Sarekat Islam dan organisasi yang dipimpin oleh Tjokroaminoto, seperti Alimin, Musso, Dharsono, Haji Agus Salim, dan Abdul Muis.

Sejak itu, Soekarno aktif berpartisipasi dalam kegiatan organisasi pemuda Tri Koro Dharmo, yang didirikan sebagai organisasi Budi Utomo. Nama organisasi tersebut kemudian diubah menjadi Jong Java (Pemuda Jawa) pada 1918. Adapun, Soekarno juga aktif menulis di harian “Oetoesan Hindia” yang dijalankan oleh Tjokroaminoto.

Selepas lulus dari HBS Surabaya pada Juli 1921, Soekarno berniat meneruskan pendidikannya di Belanda, sebagaimana kecenderungan para pelajar pada waktu itu. Namun, keinginannya tidak tercapai karena tidak diijinkan oleh orang tuanya, terutama oleh ibunya.

Akhirnya pada Juni 1921, Soekarno mengambil jurusan teknik sipil di Technische Hoogeschool te Bandoeng (sekarang Institusi Teknologi Bandung/ITB) pada 1921. Namun, setelah dua bulan dia meninggalkan kuliahnya, tetapi masuk kembali pada 1922 dan lulus pada 1926. 

Soekarno berhasil meraih gelar ‘Ir’ atau Insinyur Teknik pada 25 Mei 1926 dan pada 3 Juli 1926 saat Dies Natalis ke-6 TH Bandung, dia diwisuda bersama 18 insinyur lainnya. 

Perjuangan Presiden Soekarno untuk Tanah Air

Bermula dari Soekarno merumuskan ajaran Marhaenisme dan mendirikan PNI (Partai Nasional Indonesia) pada 4 Juli 1927 untuk tujuan Indonesia Merdeka. Akibatnya, pada 29 Desember 1929, Belanda memasukkannya ke penjara Sukamiskin Bandung. 

Delapan bulan kemudian, dia dibawa ke pengadilan. Dalam pembelaannya yang berjudul Indonesia Menggugat, Soekarno menunjukkan kemurtadan Belanda, bangsa yang mengaku lebih maju. Pembelaannya membuat Belanda semakin marah. Oleh karena itu, PNI dibubarkan pada Juli 1930.

Setelah dibebaskan pada 1931, Soekarno bergabung dengan Partindo dan menjadi pemimpinnya. Akibatnya, dia ditangkap lagi oleh Belanda pada 1933 dan dibuang ke Ende, Flores. Empat tahun kemudian Soekarno dipindahkan ke Bengkulu. 

Setelah  melalui perjuangan  panjang, pada tanggal 17 Agustus 1945, Bung Karno dan Bung Hatta berhasil mendeklarasikan kemerdekaan Republik Indonesia. 

Sebelumnya, Soekarno pada rapat (Badan Penyelidik Usaha usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) BPUPKI tanggal 1 Juni 1945 mengajukan gagasan tentang dasar negara yang disebutnya Pancasila dan berhasil menjadi dasar (ideologi) Negara Kesatuan Republik Indonesia. Meskipun Pancasila sempat mengalami rancangan ulang, terutama pada Sila 1.

Setelah deklarasi kemerdekaan, pada rapat Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) tanggal 18 Agustus 1945, Soekarno terpilih secara aklamasi menjadi Presiden Pertama Republik Indonesia. 

Waktu berlalu dengan begitu banyak perjuangan hingga terjadi pemberontakan G30S/PKI yang melahirkan krisis politik hebat dan menyebabkan penolakan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) atas pertanggungjawabannya. Kemudian, MPR mengangkat Soeharto sebagai Pejabat Presiden yang kedua.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper