Bisnis.com, JAKARTA – Epidemiolog dari Griffith University Australia Dicky Budiman menyampaikan bahwa masyarakat perlu lebih waspada dan mengenali gejala virus Hendra, meskipun sebenarnya sudah lama ditemukan.
Menurutnya, virus tersebut merupakan endemi yang hanya ditemukan di sejumlah wilayah. Namun, sejak dilaporkan pada 1994, virus Hendra tercatat memiliki angka kematian di atas 50 persen, baik pada hewan maupun manusia.
"Pada manusia pun 70 persen kalau terpapar ya mematikan, 7 dari 10 orang manusia yang terkena virus Hendra ini meninggal," ujarnya saat dihubungi, Sabtu (4/6/2022)
Dicky pun mengimbau masyarakat khususnya mereka yang memiliki peternakan untuk mewaspadai penularan virus Hendra, sebab virus tersebut bisa bertahan di kotoran hewan selama empat hari.
"Gejalanya pada manusia itu mestinya demam, batuk, nyeri tenggorokan, nyeri kepala, sama seperti penyakit flu disertai dengan meningitis atau encephalitis atau peradangan pada otak, bila berkembang yang menyebabkan nyeri kepala, demam tinggi, dan juga kejang sampai koma," tuturnya.
Sekadar informasi, virus Hendra (HeV) adalah anggota famili Paramyxoviridae, genus Henipavirus. HeV pertama kali ditemukan pada 1994 dari spesimen yang diperoleh selama wabah penyakit pernapasan dan neurologis pada kuda dan manusia di Hendra, pinggiran kota Brisbane, Australia.
Baca Juga
Dikutip melalui situs Griffith University, para peneliti di Griffith University Australia menyebut bahwa varian dari virus tersebut bisa menular ke manusia.
Pemimpin penelitian dari Pusat Kesehatan dan Keamanan Pangan Griffith University Alison Peel mengatakan, virus ini juga terdeteksi di urine kelelawar berkepala hitam dan abu-abu yang menyebar di Australia, wilayah federal New South Wales hingga Queensland.
"Hasil studi kami dengan meneliti spesies kelelawar tertentu mengungkapkan bagaimana varian virus Hendra menular ke kuda dan manusia," katanya, dikutip dari situs resmi Griffith University, Sabtu (4/6/2022).