Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) didesak untuk segera menyelesaikan pembahasan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP) bersama Komisi 1 DPR. Kehadiran aturan tersebut dapat menjadi payung hukum untuk pelanggaran terhadap prinsip perlindungan data pribadi.
Ketua Umum Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel) Sarwoto Atmosutarno menyarankan agar Kemenkominfo fokus untuk menyelesaikan RUU PDP ketimbang memaksa untuk membuat aturan sanksi denda administratif. Nantinya, sanksi denda administratif yang akan berlaku menggunakan acuan UU PDP yang akan disahkan pemerintah dan DPR.
“Saat ini sudah ada kepastian kapan RUU PDP ini selesai, sehingga lebih baik kita menunggu selesainya RUU PDP tersebut, baru setelah itu Kominfo membuat aturan turunan sanksi denda administratif,” katanya dalam keterangan resmi, Kamis (19/5/2022).
Seperti diketahui, Wakil Ketua Komisi I DPR Abdul Kharis Almasyhari mengatakan bahwa pembahasan RUU PDP akan dikebut Komisi 1 dan pemerintah. Komisi 1 akan mengupayakan RUU PDP tersebut selesai pada Masa Sidang V Tahun Sidang 2021-2022 yang akan berakhir pada 7 Juli mendatang.
Meskipun DPR dan pemerintah sepakat untuk segera menyelesaikan RUU PDP, tetapi Kemenkominfo bersikeras untuk membuat aturan mengenai sanksi denda administratif ke pihak yang melakukan pelanggaran prinsip perlindungan data pribadi.
Padahal pijakan regulasi yang dipakai oleh Kemenkominfo yaitu UU 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dan PP 71/2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik (PP PSTE) tidak mengatur mengenai standar perlindungan data pribadi.
Sekjen Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ASTI) Marwan O Baasir menambahkan dengan adanya UU PDP, pemerintah memiliki standar baku untuk penetapan pengaturan atas perlindungan dan keamanan data pribadi atau bukan data pribadi.
Penerapan Data Free Flow with Trust (DFFT) katanya, sesuai dengan standar yang berlaku internasional mengenai transfer data. Menurut Marwan, PP 71/2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik belum mampu mengakomodir DFFT dan prinsip pengaturan tentang PDP.
"Regulasi mengenai data transfer saat ini sangat krusial. Terlebih lagi data transfer ini menyangkut keamanan data pribadi masyarakat Indonesia. Namun, hingga saat ini RUU PDP belum diselesaikan," katanya.
Sementara itu, praktisi Kebijakan Publik Riant Nugroho berharap RUU PDP yang belum diselesaikan oleh Kemenkominfo ini optimal dalam menjamin keamanan data pribadi masyarakat Indonesia. Selain itu RUU PDP diharapkan dapat mengadopsi prinsip resiprokal dengan negara lain menyangkut DFFT.
Nantinya RUU PDP, katanya, harus berpihak kepada kepentingan Nasional Indonesia yang lebih besar. Selama ini posisi Indonesia selalu sulit menghadapi negara lain dalam hal resiprokal DFTT.
"Kita jangan hanya membuka akses data dari negara lain. Tetapi juga punya strategi yang cerdas dalam membuat regulasi. Termasuk meminta resiprokal dengan negara lain. Karena menyangkut kedaulatan dan keamanan bangsa Indonesia, harusnya Kantor Menko Polhukam memimpin serta mengawal pembahasan RUU PDP atau RUU Perlindungan Data Nasional ini," katanya.
Mengenai rencana pengenaan sanksi denda administratif yang terus didorong Ditjen APTIKA, Riant dengan tegas menolak rencana tersebut. Sebelum menerapkan denda, Kemenkominfo harusnya introspeksi apakah sudah mampu membuat regulasi untuk menjaga data pribadi masyarakat Indonesia.
Denda yang akan dikenakan Kemenkominfo dinilai Riant tak akan cukup untuk melindungi data pribadi masyarakat Indonesia dari penyalahgunaan.
"Urusan apa Kominfo mengenakan denda. Selama ini pemerintah belum mampu melindungi data masyarakat. Kominfo jangan menjadi kementerian yang sekadar memikirkan denda dan meningkatkan PNBP," katanya.