Bisnis.com, JAKARTA - Invasi Rusia ke Ukraina yang sudah hampir dua pekan kian memperbesar taruhan bagi kedua belah pihak dalam perang darat dengan implikasi yang berpotensi menimbulkan bencana bagi warga sipil Ukraina dan tantangan yang lebih besar bagi pertahanan negara yang sejauh ini sangat stabil.
Presiden Vladimir Putin mengatakan lagi pada hari Minggu (6/3/2022), bahwa perang akan berlanjut sampai Ukraina menerima tuntutannya dan menghentikan perlawanan. Hal itu meredupkan harapan untuk penyelesaian yang dinegosiasikan.
Putin mengatakan Ukraina harus mengalami "demiliterisasi" dan dia telah menjelaskan tujuannya adalah untuk mengganti pemerintah saat ini.
Dalam panggilan telepon dengan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, Putin juga mengulangi pernyataannya bahwa “operasi militer khusus” yang dia luncurkan di Ukraina pada 24 Februari telah direncanakan, menurut pernyataan Kremlin.
Upaya kedua yang gagal untuk menciptakan jalur aman bagi sekitar 200.000 warga sipil yang terperangkap di kota pelabuhan Mariupol timur yang terkepung hanya memperjelas bencana kemanusiaan yang sedang berlangsung di Ukraina.
PBB pada Minggu (6/3/2022), mengatakan bahwa lebih dari 1,5 juta orang telah meninggalkan negara itu sejak invasi dimulai.
Baca Juga
Orang-orang menaiki kereta evakuasi dari Kiev ke Lviv di stasiun kereta pusat Kiev di tengah invasi Rusia ke Ukraina, di Kiev, Ukraina, Jumat (4/3/2022)./Antara-Reuters
Upaya Eropa
Perdana Menteri Israel Naftali Bennett berbicara dengan Putin di Moskow pada Sabtu (5/3/2022), kemudian terbang ke Berlin untuk menemui Kanselir Jerman Olaf Scholz.
Bennett berbicara lagi dengan Putin pada Minggu (6/3/2022) di tengah kesibukan panggilan telepon oleh para pemimpin ke Putin dan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskiy dalam upaya untuk meredakan konflik yang memgakibatkan biaya besar untuk Eropa dan ekonomi global, serta untuk Ukraina dan Rusia.
Presiden Prancis Emmanuel Macron juga berbicara dengan pemimpin Rusia pada Minggu (6/3/2022) untuk membahas keselamatan pembangkit listrik tenaga nuklir Ukraina.
Meski Rusia telah mengerahkan hampir semua pasukan darat yang dikumpulkannya untuk menyerang Ukraina, namun pasukan negara itu tertatih-tatih oleh perencanaan dan logistik yang buruk. Namun, Rusia belum membawa sebagian dari artileri, peperangan elektronik, drone, dan kemampuan pesawat tempurnya.
Selama jeda untuk berkumpul kembali, pasukan Rusia tidak meluncurkan serangan besar baru untuk sebagian besar wilayah di akhir pekan.
Sementara itu, militer Ukraina melancarkan serangan balasan di dekat kota utara Kharkiv, menurut Institute for the Study of War, sebuah organisasi nirlaba yang berbasis di Washington seperti dikutip Bloomberg.com, Senin (7/3/2022).
Laporan hariannya mengatakan serangan besar Rusia di Kyiv dan Kharkiv, serta Mykolayiv dan mungkin Odesa di selatan, kemungkinan akan dilanjutkan dalam waktu 48 jam.
Pada Minggu (6/3/2022), Kementerian Pertahanan Ukraina melaporkan, bahwa delapan rudal jelajah Rusia menghantam Vinnytsia, sekitar 250 km (155 mil) barat daya Ibu Kota. Penduduk juga melarikan diri dari Irpin, pinggiran kota Kyiv, karena mendapat serangan darat.
Kepala sumur dan rig pengeboran di ladang minyak Yarakta, milik Irkutsk Oil Company (INK), di wilayah Irkutsk, Rusia (11/3/2019)./Antara
Status Siaga Nuklir
Setelah seminggu serangan, Putin menaikkan status siaga pasukan nuklir dan pasukannya, yang menunjukkan kesediaan untuk mengambil risiko tumpahan radiasi dengan merebut stasiun tenaga nuklir dalam baku tembak langsung.
Hal itu menyebabkan taruhan dalam konflik terus meningkat untuk kedua belah pihak.
Rusia semakin membawa persenjataan yang tidak pandang bulu dalam upayanya untuk menguasai Kharkiv dan Mariupol. Beberapa analis militer melihat hal itu sebagai peringatan bagi kota-kota lain untuk tidak melawan.
Meluasnya penggunaan artileri dan beberapa peluncuran roket oleh tentara yang memiliki gudang senjata paling menakutkan di dunia itu akan menyebabkan korban sipil melonjak.
Ada juga bukti penggunaan bom klaster yang dilarang oleh sebagian besar negara.