Bisnis.com, JAKARTA -- Pengadilan Tinggi DKI Jakarta mengabulkan banding Jaksa Penuntut Umum terhadap kasus penipuan dengan modus surat elektronik (surel) perusahaan asing, Citra Retlani.
Citra adalah satu dari empat terdakwa kasus penipuan. Kasus tersebut telah merugikan sejumlah perusahaan asing senilai Rp82 miliar.
"Menerima banding jaksa dan menguatkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan," demikian dikutip dari laman resmi Mahkamah Agung (MA), Rabu (16/2/2022).
Sekadar informasi, PN Jakarta Selatan telah memvonis Citra bersalah. Perempuan asal Kebayoran Baru tersebut kemudian dihukum penjara selama 1 tahun 10 bulan.
Dengan putusan banding yang dikeluarkan oleh PT DKI Jakarta pada tanggal 15 Februari kemarin, Citra tetap dihukum sesuai dengan putusan pengadilan tingkat pertama.
“Memerintahkan agar terdakwa tetap ditahan,” tukas putusan tersebut.
Kronologi Kasus
Dalam catatan Bisnis, kasus tersebut terjadi saat Bareskrim Polri berhasil mengungkap kejahatan penipuan dengan skema kejahatan dengan modus menggunakan penipuan email terhadap perusahaan lintas negara, dengan kerugian mencapai Rp82 miliar.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Polri Brigjen Pol Rusdi Hartono menjelaskan hasil pemeriksaan sementara para pelaku mendapatkan dana dari korban. Padahal dana tersebut ditujukan kepada rekan bisnis korban.
Dalam perkara ini Ditpidsiber Bareskrim Polri menangkap empat orang pelaku warga negara Indonesia yang sudah ditetapkan sebagai tersangka.
Keempat tersangka terdiri atas tiga perempuan dan satu laki-laki dengan inisial CT (25), NTS (38), FP (26) dan YH (24).
Direktur Tindak Pidana Siber (Dirtipidsiber) Brigjen Asep Edi Suheri mengatakan korban kejahatan ini adalah dua perusahaan asing yakni WFH berasal dari Taiwan bergerak di bidang makanan dan minuman, serta perusahaan SW Inc berasal dari Korea Selatan, bergerak dibidang elektronik.
"Para tersangka melakukan penipuan dengan skema Business Email Compromise (BEC) terhadap korban atas nama SW Inc. yang berasal dari Korea Selatan dengan besar kerugian sekitar Rp82 miliar dan WHF Co. yang berasal dari Taiwan dengan besar kerugian sekitar Rp2,8 miliar," kata Asep.
Modus Sindikat
Untuk modus operandi, kata Asep, sindikat ini melakukan skema bussiness e-mail compromise yaitu praktik penipuan di mana ditujukan kepada manajer keuangan atau bagian keuangan suatu perusahaan yang dilakukan dengan cara menyamar menjadi perusahaan mitra dagang korban dengan tujuan mendapatkan dana yang seharusnya ditransfer ke perusahaan rekan bisnis korban yang asli.
Menurut Asep, sindikat penipuan lintas negara tersebut sudah beroperasi sejak 2020, diduga juga melakukan perbuatan serupa di sejumlah negara, di antaranya, Amerika, Argentina, Afrika Selatan, Jepang, Singapura dan Belgia.
Selain menangkap pelaku, penyidik menyita barang bukti di antaranya uang tunai senilai Rp29 miliar, tiga telepon selular, sembilan buah buku tabungan dari berbagai bank, dua paspor para tersangka, 14 buah kartu ATM dan sembilan buku cek bank.
Barang bukti lainnya, satu unit sepeda motor, tiga KTP tersangka, satu NPWP tersangka, surat izin usaha, puluhan Stamp /cap perusahaan, akta notaris pendirian perusahaan, bukti pengembalian dana dari bank dan bukti transaksi penukaran mata uang asing.
"Kasus ini masih kami dalami termasuk memburu salah satu pelaku inisial D, warga negara Nigeria, yang merupakan otak dari sindikat penipuan," kata Asep.
Adapun pasal-pasal yang disangkakan, yakni Pasal 45A ayat (1) Jo Pasal 28 ayat (1) UU No 19 Tahun 2016 tentang penyebaran berita bohong yang mengakibatkan kerugian melalui transaksi elektronik, diancam hukum enam dan denda Rp 1 miliar.
Juga disangkakan dengan Pasal 3, Pasal 4 dan Pasal 5 UU No 8 Tahun 2010 tentang TPPU dengan ancaman 20 pidana penjara dengan denda Rp 10 miliar.
Keempat pelaku juga dijerat dengan Pasal 82, Pasal 85 UU No 3 Tahun 2011 tentang Tindak Pidana Transfer Dana, menerima uang hasil perintah transfer dana yang melawan hukum ancaman empat tahun penjara dan denda Rp 1 miliar.