Bisnis.com, JAKARTA - Di tengah bencana erupsi Gunung Semeru, Jawa Timur, kita teringat akan sosok Soe Hok Gie, seorang aktivis mahasiswa di era Soekarno dan Soeharto.
Pada 52 tahun lalu, tepatnya pada 16 Desember 1969, Gie meninggal dunia di kawasan puncak Gunung Semeru (3.676 mdpl), Jawa Timur. Gunung Semeru masuk dalam kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru atau TNBTS.
Beberapa sumber mengatakan Soe Hok Gie meninggal di gunung api tertinggi di Provinsi Jawa Timur karena menghirup gas beracun, tepat beberapa jam sebelum dia genap berusia 27 tahun.
Pemikiran Soe Hok Gie tertuang dalam tulisan-tulisannya yang tersebar luas di media cetak pada masa. Tidak hanya itu, buah pikirnya mempengaruhi sikap mahasiswa Indonesia dan kelompok kritis. Soe Hok Gie memandang pemerintahan Orde Lama di bawah kepemimpinan Presiden Soekarno tidak mempedulikan penderitaan rakyat.
Sikap kritis Soe Hok Gie kian kencang saat masuk Orde Baru yang dipimpin Presiden Soeharto. Soe Hok Gie tetap menuangkan gagasannya ke dalam buku, catatan harian, maupun puisi. Semua itu menjadi pembakar daya kritis mahasiswa.
Ide-ide Soe Hok Gie mengilhami lahirnya banyak intelektual muda di masa kini. Soe Hok Gie dikenang bukan saja karena kegiatan politiknya, juga idealisme kemanusiaan, serta kecintaannya terhadap Indonesia tanpa belenggu identitas rasial yang disandangnya.
Baca Juga
Soe Hok Gie, seperti dicatat dalam buku Soe Hok Gie: Zaman Peralihan (2005: 293), meninggal dalam kegelisahan. Dia menghadapi kenyataan bahwa teman-teman aktivis mahasiswanya sesama tokoh angkatan 66, gemar memburu hal-hal yang bersifat duniawi ketimbang menyatukan pikiran pasca-perubahan.
Bahkan, sebelum berangkat mendaki Gunung Semeru, Soe Hok Gie sempat mengirimkan kosmetik, kain sarung, dan kebaya kepada sejumlah wakil mahasiswa di DPR-RG sebagai bentuk sindiran.