Bisnis.com, JAKARTA – Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata mendorong agar inspektorat daerah dapat menjadi perpanjangan tangan instansinya. Alasannya, mereka adalah pelaksana program pengawasan di daerah.
“Jadi, jika ada kepala daerah yang bermasalah hukum terkait korupsi maka inspektorat ikut bertanggung jawab, karena artinya inspektorat membiarkan kepala daerahnya terjerat korupsi,” katanya pada Rapat Koordinasi (Rakor) Program Pendampingan dan Pengawasan Daerah Papua dikutip dari keterangan pers, Rabu (24/11/2021).
Alex memahami bahwa kapasitas inspektorat masih terbatas. Dari aspek aturan, inspektorat harus punya urban investigasi. Faktanya, belum semua punya.
Ombudsman, paparnya, dapat melakukan evaluasi dan pengawalan atau pengawasan terhadap administrasi di pemerintahan daerah.
Menurutnya, penyalahgunaan kewenangan dan maladministrasi yang merupakan kewenangan ORI. Maka, lembaga itu dapat melakukan koordinasi dengan pihak inspektorat untuk perbaikan maladministrasi.
“Tidak tertutup kemungkinan dari maladministrasi tersebut menimbulkan kerugian negara. Bisa saja itu kesalahan administrasi, tapi dapat menimbulkan kerugian negara dan juga bisa menjadi perkara korupsi,” jelasnya.
Baca Juga
Alex menuturkan, bahwa perkara korupsi ada kaitannya dengan maladministrasi dari kesalahan prosedur dan sejenisnya.
“Kalau itu disengaja dan ada niat jahat, tentu menjadi pidana,” ucapnya.
Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengatakan, bahwa selama KPK berdiri, setidaknya ada 155 kepala daerah dari 514 kabupaten/kota yang terjerat kasus korupsi.
Dari 155 kepala daerah, dia menyebut sudah 27 gubernur atau wakil gubernur yang bermasalah. Jumlah tersebut belum digabung dengan penangkapan pejabat dari pemerintah pusat, menteri, hakim, hingga kepala dinas.
Adapun, pejabat yang diringkus KPK seratus orang, tapi yang mau menggantikannya ribuan. Di sisi lain, perguruan tinggi memiliki peran penting sebagai pencetak generasi bangsa yang memiliki andil dalam pemberantasan korupsi.
Menurutnya, 86 persen koruptor adalah alumni perguruan tinggi dan rata-rata menduduki jabatan penting.
“Bahkan paling banyak bergelar master. Baru nomor dua sarjana, karena sekarang untuk naik jabatan mensyaratkan pendidikan, kebanyakan master,” kata Ghufron pada sambutan Kuliah Umum Antikorupsi di Universitas Pembangunan Nasional Veteran Surabaya secara daring dan luring, Selasa (16/11/2021).