Bisnis.com, JAKARTA -- Nama Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan dan sejumlah konglomerat perusahaan batu bara diduga terkait dengan bisnis tes PCR yang menjadi salah satu alat untuk mendeteksi virus Corona atau Covid-19.
Nama Luhut dikaitkan dengan PT Genomik Solidaritas Indonesia. Perusahaan ini mengklaim memiliki laboratorium terbesar dan tercepat dalam pelayanan tes PCR.
Ibarat cerita legenda, GSI mampu menyelesaikan pembangunan laboratorium uji spesimen Covid-19 terbesar di Indonesia dalam waktu singkat dengan kapasitas dalam menguji mencapai 5.000 per hari.
Dirut GSI Nino Susanto tahun lalu menyampaikan pembangunan laboratorium di Jl Simatupang, Jakarta Selatan itu, dilakukan secara singkat di tengah pemberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Ibu Kota.
“GSI Lab ini dibangun kurang dari 6 Minggu. Saat Jakarta lagi PSBB. Tetapi, kualitas fasilitas dan tempatnya sudah sesuai standar Biosafety level 2,” ujarnya di sela-sela peresmian laboratorium tersebut di Jakarta, Rabu (12/8/2020).
Sayangnya waktu itu Nino enggan memastikan berapa besar investasi yang dikeluarkan untuk membangun laboratorium tersebut.
Baca Juga
“Ini kan kewirausahaan sosial. Dalam aktivitasnya impact sosial menyehatkan masyarakat. Pendapatan akan dikembalikan untuk menyehatkan masyarakat Indonesia,” ujarnya.
Meski demikian, data perusahaan yang tercantum di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham), menunjukkan afiliasi GSI dengan sejumlah konglomerat.
Hal itu ditandai dengan masuknya sejumlah perusahaan milik konglomerat atau pejabat yang ikut dalam 'bisnis' di GSI antara lain. Ketiganya antara lain Arsjad Rasjid, Boy Tohir, dan Luhut Binsar Pandjaitan.
Dalam catatan Bisnis, PT GSI berkedudukan di Graha Mitra Lantai 4 Jalan Jenderal Gatot Subroto Kav 21. Alamat ini sama dengan alamat Yayasan Indika Untuk Indonesia.
Yayasan Indika Untuk Indonesia atau Indika Foundation adalah yayasan yang terafiliasi dengan perusahaan tambang batu bara PT Indika Energy Tbk (INDY). Situs resmi Indika Foundation menyebutkan bahwa yayasan didirikan oleh emiten batu bara tersebut pada tahun 2017.
Indika Foundation adalah pemegang saham pengendali dari PT GSI. Mereka menguasai 932 lembar emas atau senilai Rp932 juta. Adapun PT GSI tercatat memiliki modal dasar sebesar Rp4 miliar dengan modal yang ditempatkan senilai Rp2,96 miliar.
Yayasan Adaro Bangun Negeri yang terafiliasi dengan PT Adaro Enegy Tbk (Tbk), perusahaan milik saudara kandung Menteri BUMN Erick Thohir, Boy Thohir menempati peringkat kedua. Yayasan milik Adaro itu memiliki 485 saham atau senilai Rp485 juta.
Sementara sisanya dikuasai oleh dua perusahaan yang terafiliasi langsung dengan PT TBS Energi Utama Tbk (TOBA). TBS Energy kerap dikaitkan dengan nama Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan. Perusahaan Luhut yakni PT Toba Sejahtera memiliki 10 persen saham di TBS Energi Utama.
Adapun kepemilikan saham Luhut di PT GSI diwakili oleh PT Toba Sejahtera dan anak usaha TBS Energi Utama PT Toba Bumi Energi. Keduanya memiliki saham masing-masing 242 saham atau senilai Rp242 juta.
Meski demikian, Juru Bicara Luhut Jodi Mahardi membenarkan bahwa Toba Sejahtera yang terafiliasi dengan Menko Luhut berada di dalam struktur kepemilikan saham PT GSI. Keterlibatan Luhut atas ajakan dari pihak Group Indika, Adaro, dan Northstar.
Hanya, lanjut Jodi, partisipasi Luhut di GSI ini adalah bagian dari usaha untuk membantu penanganan pandemi pada masa-masa awal dulu, selain donasi pemberian alat-alat tes PCR dan reagen yang diberikan kepada fakultas kedokteran di beberapa kampus.
“Jadi tidak ada maksud bisnis dalam partisipasi Toba Sejahtera di GSI, apalagi Pak Luhut sendiri selama ini juga selalu menyuarakan agar harga tes PCR ini bisa terus diturunkan sehingga menjadi semakin terjangkau buat masyarakat,” jelasnya.
“Perlu disadari bahwa kebijakan tes PCR untuk pesawat ini memang diberlakukan untuk mengantisipasi Nataru ya,” tegasnya.