Bisnis.com, JAKARTA—Yunani mencatat sejarah baru dengan meratifikasi pakta pertahanan bersama dengan Prancis sebagai kesepakatan pertama antara dua anggota negara Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO).
Kedua negara kini terikat untuk saling membantu dari serangan yang berasal dari luar aliansi. Kemitraan Strategis Pertahanan dan Keamanan itu menunjukkan untuk pertama kalinya dua anggota NATO bersatu untuk saling mendukung dari serangan yang berasal dari dalam aliansi.
Perdana Menteri Yunani, Kyriakos Mitsotakis memuji perjanjian itu sebagai landasan kebijakan pertahanan Eropa yang independen.
“Pembelaan kepentingan Eropa di Mediterania sekarang memperoleh substansi baru,” kata Mitsotakis kepada parlemen.
Dia mengatakan jika diserang, Yunani akan memiliki militer paling kuat di benua ini. "Satu-satunya tenaga nuklir Eropa,” katanya seperti dikutip Aljazeera.com, Jumat (8/10/2021).
Pasal 2 Kemitraan menyatakan bahwa kedua negara akan saling membantu “dengan segala cara yang mereka miliki, jika angkatan bersenjata diperlukan, jika ada serangan sedang terjadi terhadap salah satu wilayh.”
Ancaman keamanan utama Yunani datang dari sesama anggota NATO, yakni Turki.
Keduanya nyaris saling serang pada Agustus tahun lalu saat mereka memperebutkan klaim yang saling bertentangan atas wilayah Mediterania Timur.
Mereka juga hampir berperang memperebutkan pulau Imia di Laut Aegea pada tahun 1996, dan atas eksplorasi minyak dan gas pada tahun 1987. Ancaman perang terbesar selama abad terakhir datang pada tahun 1974 ketika Turki melakukan intervensi militer di Siprus amibat dukungan Yunani atas kudeta di wilayah itu.
“Kami telah hidup dengan keengganan NATO [untuk berurusan dengan Turki] sejak 1950-an karena Pasal 5 tidak mencakup ancaman di antara anggota aliansi,” kata Athanasios Platias, profesor strategi di Universitas Piraeus.
Menurut Mitsotakis, Yunani “telah bernegosiasi sejak 1974 untuk perjanjian semacam itu.
Hubungan Turki-Prancis juga memburuk sejak Ankara mengambil peran militer dalam perang saudara Libya pada Oktober 2019. Sedangkan Prancis melihat Turki sebagai saingan pengaruh di Afrika Utara.