Bisnis.com, JAKARTA – Kepala Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDikti) Wilayah III, Agus Setyo Budi mengatakan bahwa pembelajaran jarak jauh telah menyebabkan kemunduran dalam proses pembangunan karakter peserta didik.
Dia mengatakan untuk pendidikan PAUD hingga SMA dampak yang paling dirasakan akibat PJJ adalah hilangnya pengetahuan dan keterampilan baik secara umum atau spesifik, atau terjadinya kemunduran proses akademik (learning loss) lantaran kegiatan belajar dan mengajar tidak maksimal.
“Belum lagi yang sepele, kalau pertemuan ke kampus pagi jam 8 itu dapat dipastikan mahasiswa mandi, tetapi kalau PJJ tidak [mandi] ini contoh sederhana dari kebersihan,” ujarnya lewat diskusi virtual bersama Bisnis, Rabu (29/9/2021).
Agus melanjutkan, untuk tingkat perguruan tinggi khususnya program studi (prodi) eksakta dan kesehatan yang menjalankan metode yang paling dirugikan dengan skema pembelajaran PJJ karena sulit praktik secara daring.
“Untuk prodi eksakta, animasi, simulasi, dan kesehatan itu belum bisa digantikan oleh PJJ, karena harus learning by doing. Kalau mahasiswa tidak ada kesempatan mengerjakan secara langsung dampak signifikannya mereka tidak mengerti,” katanya.
Namun, Agus mengatakan ada hal menarik yang justru terjadi selama kegiatan PJJ berlangsung di Indonesia, yaitu dari tingkat produkivitas penelitian antara mahasiswa dan dosen justru makin gencar dilakukan saat pandemi Covid-19.
“Buktinya di LLDikti 3 ada banyak paten yang dihasilkan saat pandemi, salah satunya dengan topik yang termotivasi dalam rangka penyelesaian Covid-19,” katanya.
Sementara itu, dia melanjutkan dilema PJJ juga dialami dosen dan guru karena untuk menyiapkan materi yang menarik dalam skema daring dapat dikatakan tidak mudah
“Untuk membuat materi pembelajaran dapat diikuti mahasiswa dengan menyenangkan sulit dilakukan, tetapi jika tatap muka ada gestur tubuh, intonasi, dan sebagainya yang menarik perhatian mahasiswa,” katanya.