Bisnis.com, JAKARTA —Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi memberhentikan 56 pegawai yang tidak memenuhi syarat per 30 September 2021.
Pemecatan terhadap Novel Baswedan Cs ini menjadi puncak dari kisruh alih status kepegawaian di tubuh lembaga antikorupsi.
Adapun pemecatan itu merupakan imbas dari keputusan yang dihasilkan dalam Rapat Koordinasi antara Menkumham, Menteri PANRB, Kepala BKN, dan 5 pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 13 September 2021.
“Memberhentikan dengan hormat kepada orang 50 pegawai KPK yang dinyatakan Tidak Memenuhi Syarat [TMS] per tanggap 30 September 2021,” kata Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata dalam konferensi pers, Rabu (15/9/2021).
Ketua KPK Firli menyebut pemberhentikan pegawai KPK sudah sesuai dengan mekanisme yang berlaku.
Dia menyinggung, KPK hanya melaksanakan mandat UU No.19/2019 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan Peraturan Pemerintah (PP) No.41/2020.
Baca Juga
Proses pelaksanaan TWK juga sudah diuji oleh Mahkamah Agung (MA) dan Mahkamah Konstitusi (MK). Hasilnya, seluruh gugatan tersebut dimentahkan oleh MA dan MK. Kedua lembaga peradilan dan konstitusi tertinggi itu memutuskan pelaksanaan TWK hingga hasilnya dinilai sah secara hukum.
“Kami sebagai pelaksana undang-undang tentu harus melaksanakan keputusan tersebut kami sungguh menghargai segenap pihak termasuk juga ada beberapa pegawai KPK yang telah menyalurkan hak konstitusionalnya untuk memohon pengujian tafsir terhadap pada jalur yang benar,” jelas Firli.
Di sisi lain, Presiden Joko Widodo saat bertemu dengan sejumlah pimpinan media menjelaskan sikap istana terkait polemik kepegawaian KPK.
Kepala negara cenderung menyerahkan polemik pemecatan Novel Baswedan dan pegawai KPK lainnya kepada lembaga antikorupsi tersebut.
"Jangan semuanya diserahkan ke presiden, Itu kewenangan pejabat pembina," kata Jokowi, Rabu (15/9/2021).
Sikap Jokowi itu jauh dari harapan para pegawai KPK yang diberhentikan. Pasalnya, mereka berpandangan, seharusnya keputusan untuk memberhentikan atau tidak para pegawai yang dianggap tidak lolos TWK ini ada di tangan Presiden Jokowi.
Eks Direktur Sosialisasi dan Kampanye Antikorupsi KP Giri Suprapdiono bahkan menuding keputusan Firli Bahuri dan pimpinan KPK lainnya telah mendahului presiden.
“Layaknya, mereka ingin terburu-buru mendahului Presiden sebagai kepala pemerintahan. Memilih 30 September sebagai sebuah kesengajaan. Mengingatkan sebuah gerakan yang jahat dan kejam. Diterima?,”cuitnya melalui akun Twitter @girisuprapdiono, Rabu (15/9/2021).
Dia pun memastikan akan terus melalukan upaya hukum sebelum sah diberhentikan KPK sebagai pegawai pada 30 September 2021.
“Kita akan terus melawan dan melakukan upaya hukum. Masih punya waktu sampai dengan 30 September 2021. Gimmick peringatan hari besar, yg selalu dicederai dengan kebusukan yang dibungkus TWK. Semoga, 1 Oktober akan menjadi hari kemenangan kita. Kegelapan akan menjadi terang, Luka yang telah membuka cahaya,” cuitnya kemudian.