Bisnis.com, JAKARTA – Skandal Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) tidak hanya menyisakan puluhan obligor yang belum melunasi utangnya kepada pemerintah, tetapi juga membebani keuangan negara sampai dengan 2043.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati saat meluncurkan Satgas BLBI pada Juni lalu sempat menyinggung soal beban keuangan pemerintah akibat BLBI.
“Jadi saat itu pemerintah memang melakukan bailout, yang sampai saat ini pemerintah harus membayar biaya tersebut,” kata Sri Mulyani dalam keterangan resmi pertengahan tahun ini.
Dikutip dari Laporan Bank Indonesia, beban itu muncul pada tahun 2003 lalu. Saat itu pemerintah dan Bank Indonesia (BI) telah menandatangani Surat Keputusan Bersama (SKB) terkait dengan penyelesaian BLBI. Salah satu instrumen penyelesaiannya adalah penerbitan obligasi negara dengan nomor seri SRBI-01.
SRBI-01 diterbitkan sebagai pengganti SUP Nomor SU-001/MK/1998 dan Nomor SU-003/MK/1999. Nilai nominal SRBI-01 adalah senilai Rp144,5 triliun, yang semula jatuh tempo pada tahun 2023.
Namun demikian, pada tanggal 31 Juli 2012 telah ditandatangani revisi Surat Keputusan Bersama (SKB) Tahun 2003 oleh Gubernur BI, Menteri Keuangan, dan Menteri Koordinator Perekonomian.
Baca Juga
Revisi SKB itu memuat restrukturisasi Obligasi Negara Seri SRBI-01/MK/2003 dari semula pembayaran sekaligus (bullet payment) pada saat jatuh tempo tahun 2033 dengan sistem self-liquidating, menjadi pembayaran dengan metode cicilan (amortized) dengan jatuh tempo tahun 2043.
Perubahan penyelesaian BLBI ini kemudian berimbas pada sejumlah butir kesepakatan antara pemerintah dan BI. Pertama, SRBI-01 mulai berlaku pada tanggal 1 Agustus 2003, dan jatuh tempo pada tanggal 1 Agustus 2043.
Kedua, SRBI-01 dikenakan bunga tahunan sebesar 0,1 persen dari sisa pokok, yang dibayar oleh Pemerintah setiap enam bulan sekali, yaitu pada bulan Februari dan Agustus.
Ketiga, pokok SRBI-01 dibayar setiap tanggal 1 Februari dan 1 Agustus setiap tahunnya sehingga angsuran terakhir jatuh tempo dan dibayar pada tanggal 1 Agustus 2043.
Pembayaran angsuran pokok dilakukan secara tunai atau dari surplus Bank Indonesia yang menjadi bagian pemerintah.
Adapun, sampai dengan akhir tahun lalu, BI mencatat pemerintah telah melakukan pembayaran angsuran pokok SRBI-01 dari sisa surplus Bank Indonesia yang menjadi bagian pemerintah.
“Baki debet SRBI-01 per 31 Desember 2020 adalah sebesar Rp49 triliun,” tukas laporan BI.