Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Obral 'Amnesty' Obligor BLBI

Penyelesaian non pidana dalam perkara BLBI bukan hanya mengusik rasa keadilan. Tetapi juga menghapus fakta bahwa selama puluhan tahun negara dibebani oleh aksi para taipan yang kini hidup nyaman serba mewah di luar negeri.
Demo mengingatkan korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI)./Jibiphoto
Demo mengingatkan korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI)./Jibiphoto

Bisnis.com, JAKARTA -- Gagal menjerat Sjamsul Nursalim, pemerintah mengeluarkan jurus lain untuk menuntaskan skandal (dulu disebut korupsi) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia atau BLBI.

Menariknya, cara pemerintah kali ini ditempuh dengan mekanisme di luar pemidanaan. Penyelesaian secara perdata jadi panglima. Satuan tugas alias Satgas BLBI kemudian dibentuk.

Satgas BLBI, demikian penjelasan pemerintah, dibentuk dalam rangka penanganan dan pemulihan hak negara berupa hak tagih negara atas sisa piutang dari dana BLBI yang mengakibatkan kerugian negara sekitar Rp110,4 triliun. 

Ada beberapa lembaga yang tergabung dalam satgas ini. Paling utama adalah Kementerian Keuangan, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), hingga Kementerian Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Kemenkopolhukam) di bawah pimpinan Mahfud MD

Satgas BLBI terdiri adari tiga kelompok kerja (Pokja). Ketiganya yakni Pokja Data dan Bukti, Pokja Pelacakan, serta Pokja Penagihan dan Litigasi. Ketiga Pokja tersebut memiliki peran yang cukup sentral dalam menagih hak negara dari para obligor BLBI yang sayangnya sebagian sudah berada di luar negeri.

Pada hari ini, misalnya, Satgas telah mengagendakan untuk memanggil dua pihak yang diketahui sebagai obligor BLBI. Kedua pihak itu adalah putra mendiang Presiden Soeharto, Hutomo Mandala Putra alias Tommy Soeharto dan Agus Anwar eks pemilik Bank Pelita.

Perlu dicatat, Satgas BLBI tak menyertakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam proses penanganan BLBI. Menko Polhukam Mahfud MD mengungkapkan KPK tidak dilibatkan dalam perkara ini, karena arah Satgas bukan ke pidana melainkan mengejar aset para obligor BLBI. Bahasa hukumya lebih ke perdata.

"Pidananya sudah tidak ada kata Mahkamah Agung (MA), perdatanya kita tagih," demikian pernyataan Mahfud MD beberapa waktu lalu.

Penekanan pada penyelesaian perdata tentu memiliki konsekuensi hukum yang cukup signifikan dalam proses penanganan perkara BLBI. Para obligor cukup hanya membayar atau mengembalikan dana-dana yang sempat dilarikan kepada satgas. Setelah itu mereka bebas dari semua tuntutan pidana.

Meskipun Mahfud sendiri mengatakan bahwa pengembalian bukan berarti meniadakan proses pidana. Tetapi dari rentetan perkara yang ditangani oleh satgas saat ini, sudah sangat jelas bahwa pemerintah mengambil langkah pragmatis sketimbang bersusah payah membuktikan adanya skandal kejahatan dalam skandal BLBI. Padahal jelas ada kerugian negara dalam skandal ini.

Dalih pemerintah, langkah pidana sudah selesai pasca putusan Mahkamah Agung (MA) terhadap eks Kepala BPPN Syafruddin Arsyad Temenggung. Putusan MA tersebut menyatakan perkara itu bukan suatu tindak pidana. Implikasinya, pengusutan kasus dua tersangka BLBI yakni Sjamsul Nursalim dan istrinya dihentikan penyidikannya oleh lembaga antikorupsi.

Tak ayal, langkah "aman" yang ditempuh pemerintah ini kemudian banyak disorot para pengamat hukum dan kebijakan, termasuk media. Ada banyak analisa yang berkembang salah satunya menyandingkan kebijakan penanganan BLBI dengan tax amnesty.

Tax amnesty adalah kebijakan pragmatis yang ditempuh oleh pemerintahan Jokowi untuk mengisi kekosongan kas negara. Konon ada Rp11.000 triliun yang disasar negara. 

Pemerintah tak mempersoalkan asal-usul harta. Para taipan atau pemilik harta cukup merepatriasi atau mendeklarasikan ke otoritas pajak, kemudian diganjar dengan sanksi yang rendah. Setelah itu mereka bebas dari semua dosa perpajakan dan pidana yang tejadi pada masa lalu. 

Apabila dilihat dari polanya, langkah ini agak mirip dengan proses penyelesaian BLBI. Para obligor cukup membayar utangnya. Setelah itu kelar tak ada lagi ancaman pidana.

Penyelesaian non pidana dalam perkara BLBI bukan hanya mengusik rasa keadilan. Tetapi juga meniadakan beban negara yang puluhan tahun harus mencicil utang karena aksi para taipan yang kini hidup nyaman serba mewah di luar negeri.

Beban yang cukup berat tentunya. Karena dana yang seharusnya dikucurkan untuk menyejahterakan rakyat justru dialihkan untuk membayar 'utang' para taipan. Jumlahnya bukan lagi puluhan ribu, tetapi triliunan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Edi Suwiknyo
Editor : Edi Suwiknyo
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper