Bisnis.com, JAKARTA - Program Riset Keilmuan Terapan Dalam Negeri Dosen Perguruan Tinggi Vokasi bagi seluruh insan vokasi diharapkan melahirkan inovasi, sumber daya manusia (SDM) unggul, dan dapat mengatasi permasalahan di industri.
Program yang baru diluncurkan oleh ini Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) berbasis pada demand driven, yaitu riset yang digerakkan berdasarkan permintaan dan kebutuhan guna menyelesaikan masalah nyata di dunia usaha dan dunia industri (DUDI), pasar, maupun masyarakat.
Sekretaris Jenderal Akademi Ilmuwan Muda Indonesia (ALMI) periode 2018-2020 Berry Juliandi menjelaskan riset memiliki kesinambungan antara riset dasar dan terapan.
Riset dasar ini dilakukan untuk menjawab pertanyaan pribadi yang kemudian disebut sebagai pusataka ilmiah. Lebih lanjut, riset dasar inilah yang menjadi modal riset terapan yang bisa menjawab kebutuhan masyarakat, industri, dan lainnya.
Berry menyebut riset dasar dan riset terapan merupakan kesinambungan yang penting sehingga dari kegiatan riset tersebut dapat menghasilkan tenologi, kebijakan, atau intervensi sosial yang sesuai dengan kebutuhan.
Berbeda dari riset dasar yang lebih banyak dilakukan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan peneliti, riset terapan lebih banyak dilakukan untuk menjawab kebutuhan masyarakat, industry, atau konteks yang lebih luas.
Baca Juga
Ranah pengembangan riset terapan yang mengacu pada demand driven dilakukan oleh pendidikan tinggi vokasi.
Di berbagai negara maju, pendidikan vokasi memiliki peran penting dalam pengembangan SDM, sehingga lulusan vokasi sangat diperlukan sebagai tonggak pembangunan ekonomi negara.
Di sisi lain, Link and match menjadi salah satu kunci untuk menghasilkan SDM andal yang mampu menghasilkan riset terapan yang memiliki impact bagi DUDI maupun masyarakat.
Untuk mewujudkan lulusan vokasi yang andal, maka diperlukan kesamaan visi dari semua pihak, baik pemerintah, industri, maupun stakeholder terkait pendidikan vokasi.
"Industri dan pendidikan vokasi perlu memiliki ruang bersama untuk lebih dalam berkomunikasi dan berinteraksi. Melalui komunikasi yang baik, maka trust [kepercayaan] akan muncul," kata Berry.
Ketua Pokja Vokasi Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) Jawa Barat Hadi S. Cokrodimejo menjelaskan riset industri sangat berguna agar Indonesia tak kebanjiran impor. Riset tersebut khususnya dalam industri informasi dan teknologi (ICT), kesehatan, logam, dan mesin.
Menurutnya pelaku usaha ingin memperkuat industri dalam negeri melalui riset terapan. Hal ini juga dilakukan UMKM yang ternyata berguna untuk pengembangan industri. Hasil riset tersebut tidak banyak terintegrasi dengan sekolah dan research and development, termasuk balai-balai besar di Kementerian Perindustrian.
Hadi memaparkan ada 75 bidang yang disediakan Kadin untuk melakukan riset terapan dalam menjawab kebutuhan UMKM dan masyarakat.
Jumlah ini, kalau dilakukan dengan baik dan didukung, akan mampu menekan impor bahan baku. Kualitas produk juga akan lebih baik dan murah sehingga bisa bersaing dengan produk-produk luar negeri.
"Dengan riset vokasi tersebut saya harap bisa menjembatani kebutuhan riset dasar maupun riset terapan supaya Indonesia bisa maju seperti negara lain," kata Hadi.
Kadin juga bertekad untuk terus meningkatkan kualitas SDM industri lewat program vokasi. Untuk itu, Kadin bersama pemerintah berperan aktif dalam melaksanakan program pendidikan vokasi yang link and match.
Ada peluang riset banyak dari industri, tapi semua ini belum terintegrasi, ungkapnya.
“Oleh karena itu, kami terus berkoordinasi dengan pemerintah daerah, pemerintah pusat, serta dunia pendidikan untuk terlibat dalam program vokasi," kata Hadi.
Agus Edy Pramono, pengajar dari Politeknik Negeri Jakarta, mengatakan SDM di Indonesia pada dasarnya mampu meriset, baik untuk riset dasar maupun riset terapan. Mahasiswa pendidikan vokasi atau politeknik sesuai dengan kebutuhan industri, namun demand dan supply ini belum saling terkoneksi.
"Baik industri, periset, maupun pemerintah saling bingung mengenai kebutuhan masing-masing. Ini perlu diperbaiki dengan cara komunikasi," jelasnya.
Dia menambahkan riset terapan sulit dilakukan di lingkungan politeknik tanpa adanya kerjasama dengan kalangan industri. Pihaknya mengharapkan peluang dan kerjasama baru antarpemangku kepentingan.
Adil B. Ahza, tim Program Riset Keilmuan Terapan, menjelaskan upaya tersebut akan dapat berjalan dengan baik apabila dapat membangun kemitraan yang harmonis antara pemerintah, industri, periset, dan masyarakat luas.
Dia berharap tim periset bersama mitra bekerja sama menyelesaikan berbagai permasalahan yang riil berbasis pemecahan masalah yang bersinergi.
"Harus ada kemitraan yang selaras. Masing-masing pihak tidak bisa bekerja sendiri," kata Adil.
Program Riset Keilmuan Terapan Dalam Negeri-Dosen Perguruan Tinggi Vokasi akan memfasilitasi 51 proposal yang lolos serangkaian proses seleksi dengan masing-masing pendanaan yang dapat diusulkan senilai Rp500 juta.
Program ini memiliki dua skema, pertama adalah skema A, yaitu pengembangan riset terapan dari permasalahan nyata di DUDI dan masyarakat. Kedua adalah skema B, yaitu pengembangan riset terapan lanjutan/riset pengembangan yang dikembangkan dari perolehan Kekayaan Intelektual (KI) sebelumnya oleh PTPPV dan/atau DUDI dengan mengacu pada kebutuhan industri dan masyarakat yang memiliki nilai ekonomi dan sosial.