Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah dinilai harus memiliki indikator yang jelas dalam menentukan kebijakan soal PPKM Darurat dan tidak hanya berpatokan pada jumlah penurunan kasus Covid-19.
Hal tersebut Epidemiolog Universitas Indonesia Tri Yunis Miko Wahyono saat dihubungi Bisnis.com pada Rabu (21/7/2021).
Dia menilai pemerintah tidak memiliki pemahaman dan tidak berpengalaman dalam menangani wabah seiring dengan kematian akibat Covid-19 yang melonjak hingga 1.300 orang per hari dalam beberapa pekan terakhir.
Jika kondisi kedaruratan di Indonesia diukur dari level 1-4, kata Tri Yunis, saat ini seharusnya diberlakukan level 4, sehingga PPKM Darurat harus diperpanjang sampai indikator tercapai.
"Apa yang mau dicapai. Harusnya itu ada, dan itu harus dinyatakan. PPKM kan dikatakan darurat karena rumah sakit penuh. Itu kuncinya. Jadi indikator itu yang dijadikan untuk tidak diperpanjang. Apapun yang terjadi, harusnya konsisten," katanya.
Seperti diberitakan sebelumnya, pemerintah memperpanjang masa PPKM Darurat dari 20 Juli menjadi 25 Juli. PPKM Darurat kemungkinan akan diperlonggar setelah tren kasus Covid-19 menunjukkan penurunan.
"Kalau diturunin gampang lah. Tesnya saja diturunkan, kasus akan turun. Kasus di rumah sakit banyak, rumah sakit penuh, enggak akan terhapus," ungkapnya. "Dengan begini pemerintah membiarkan rakyat Indonesia mati di rumah, sakit di rumah," lanjutnya.
Satgas Covid-19 mencatat kasus harian Covid-19 mencapai 33.772 pada 21 Juli 2021, menjadikan total kasus sebesar 2.983.830. Adapun jumlah kematian mencapai 77.583 selama 2 tahun pandemi melanda.
Sejumlah negara telah menambahkan Indonesia ke dalam daftar negar ayang ditangguhkan masuk ke wilayahnya akibat paparan yang tinggi. Beberapa di antaranya adalah Singapura, Uni Emirat Arab, Arab Saudi, Hong Kong, dan lainnya.