Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Investasi terus mengawal implementasi Perpres No.35/2018 tentang Percepatan Pembangunan Instalasi Pengolahan Sampah Menjadi Energi Listrik Berbasis Teknologi Ramah Lingkungan pada 12 Kota di Indonesia.
Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan telah menggelar rapat dengan 12 walikota bersama kementerian terkait, ditambah perwakilan Perusahaan Listrik Negara (PLN) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk membahas segala hal yang berkaitan dengan percepatan tersebut.
Pasalnya, selama ini terkait beban anggaran daerah, pernah dijadikan alasan oleh beberapa kepala daerah saat proses perencanaan proyek. Sementara Menko Luhut meminta babwa setiap kepala daerah untuk cepat tanggap menghadapi kedaruratan sampah saat ini.
Menurutnya Pendekatan teknologi yakni waste to energy (PLTSa/PSEL), dan reduced derived fuel (RDF) boleh dipilih masing-masing daerah sesuai dengan volume sampah yang dihasilkan.
Apabila jumlahnya besar, di atas 1.000 ton per hari, bisa membangun PSEL, namun apabila antara 100-200 ton/hari dapat menggunakan metode RDF.
Sementara, sesuai amanat Perpres No.56/2018, PLTSa masuk daftar Proyek Strategis Nasional (PSN), oleh sebab itu kepala daerah diminta untuk segera merealisasikan hal tersebut.
Ancaman sanksi bagi kepala daerah pun dilontarkan Deputi Bidang Koordinasi Kedaulatan Maritim dan Energi, Kemenko Marves, Basilio Dias Araujo pada kunjungan kerja ke Tempat Pengolahan Sampah (TPA) di Manado, Sulawesi Utara.
“Ada sanksi diberhentikan tiga bulan bila tidak melaksanakan PSN,” tegas Basilio beberapa waktu lalu.
Ahli Hukum Tata Negara Agus Riewanto menyatakan pemerintah daerah harus tunduk pada aturan pemerintah pusat mengenai proyek strategis nasional seperti ketentuan pasal 67 dan 68 UU No.23/2014 tentang Pemerintah Daerah.
"Aturannya sangat jelas, bahwa Pemda seharusnya tunduk kepada Pemerintah Pusat, ini harus sejalan. Karena pemerintah pusat fungsinya koordinatif, kalau daerah tidak melaksanakan UU, itu pelanggaran. Hukuman sanksi, pasal 62 ayat 2, kalau Gubernur tidak melaksanakan maka Mendagri bisa menerbitkan surat peringatan," kata Agus.
Mengacu pada Pasal 81 ayat (2) hingga ayat (5) mengatur tata cara sanksi pemberhentian kepala daerah melalui prakarsa pemerintah pusat. Adapun bila bupati/wali kota yang tidak bisa melaksanakan maka bisa diberhentikan.
"Jadi kalau misalkan bupati/walikota yang tidak menjalankan amanat UU itu, maka gubernur yang memberikan peringatan. Misal dalam dua bulan ketika dia diberhentikan masih mengulang, maka diberhentikan secara permanen," kata dia.
Dosen Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta ini melihat jangan sampai investasi menjadi terhambat karena adanya hambatan dari pemerintah daerah.
Bahkan menurut Agus, pemerintah pusat bisa bertindak untuk mengambil alih apabila Pemda tetap lambat dalam menjalankannya.
"Kalau tidak sejalan, tapi itu penting bagi investasi daerah, maka bisa diambil tindakan politis. Dulu contoh kasus, pemerintah pusat pernah mengambil proyek strategis nasional. Pada kasus reklamasi Teluk Jakarta misalnya, karena itu proyek nasional, itu bisa diambil oleh pemerintah pusat," jelas dia.
Perlu diketahui, Ke-12 kota yang menjadi prioritas pembangunan PSEL/PLTSa adalah DKI Jakarta, Tangerang, Tangerang Selatan, Bekasi, Bandung, Semarang, Surakarta, Surabaya, Makassar, Denpasar, Palembang, dan Manado.
Sampai saat ini, baru ada satu fasilitas yang berhasil diselesaikan yakni PSEL Benowo yang diresmikan Presiden Joko Widodo pada 6 Mei 2021 yang lalu.