Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah melalui Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) dan Komisi III DPR RI sepakat agar Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) segera dimasukkan dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2021.
"Jadi tadi ada kesepakatan bahwa ini (RKUHP) akan segera dimasukkan sebagai RUU Prioritas 2021," kata Wamenkumham Edward Omar Sharif Hiariej usai menghadiri Rapat Kerja (Raker) Komisi III DPR, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (9/6/2021).
Dia mengatakan, karena RKUHP merupakan carry over atau peralihan dari periode DPR 2014 - 2019, maka yang akan dibahas hanya pasal-pasal yang belum tuntas.
Dalam raker tersebut, salah satu kesimpulannya adalah Komisi III DPR dan Menkumham bersepakat untuk segera menindaklanjuti penyelesaian RKUHP maupun RUU yang telah menjadi prioritas di tahun 2021 dalam rangka mewujudkan penataan sistem peradilan pidana yang terpadu.
Anggota Komisi III DPR RI Arsul Sani dalam raker tersebut meminta agar Pimpinan Komisi III DPR, Ketua Kelompok Fraksi (Kapoksi) dan Menkumham mendorong RKUHP masuk dalam Prolegnas Prioritas 2021.
Dia khawatir kalau DPR dan Pemerintah saling menunggu, maka pembahasan RKUHP tidak akan pernah maju.
"Pernah ada preseden, ada RUU Penjaminan yang dibahas dan hampir tuntas di periode 2009 - 2014 hanya kurang dua pasal, lalu DPR berganti menjadi 2014 - 2019 akhirnya disepakati menugaskan Baleg DPR ajukan kembali. Lalu poksi di baleg sepakat dengan pemerintah ini tidak dibahas ulang, namun membahas dua pasal yang belum disepakati," ujarnya.
Sementara itu, pembahasan rancangan kitab hukum undang-undang pidana (RKUHP) menuai polemik di kalangan publik. Salah satu hal yang disoroti adalah terkait pasal penghinaan presiden yang sempat memicu perdebatan di media.
Meskipun demikian, Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly menyatakan secara umum pembahasan RKUHP mendapat respons positif dari masyarakat.
"Kalau ada perbedaan pendapat itu sudah biasa," tegasnya.
Dalam draf RKUHP yang beredar, aturan terkait dengan penghinaan terhadap presiden/wakil presiden diatur dalam BAB II Pasal 217—219. Pasal 217 disebutkan bahwa setiap orang yang menyerang diri Presiden atau Wakil Presiden yang tidak termasuk dalam ketentuan pidana yang lebih berat dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun.
Pasal 218 Ayat (1) menyebutkan setiap orang yang di muka umum menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri Presiden atau Wakil Presiden dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak Kategori IV. Ayat (2) disebutkan bahwa tidak merupakan penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) jika perbuatan dilakukan untuk kepentingan umum atau pembelaan diri.
Pasal 219 disebutkan bahwa setiap orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum, memperdengarkan rekaman sehingga terdengar oleh umum, atau menyebarluaskan dengan sarana teknologi informasi yang berisi penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat terhadap Presiden atau Wakil Presiden dengan maksud agar isinya diketahui atau lebih diketahui umum dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak Kategori IV.
Pasal 220 Ayat (1) disebutkan bahwa tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 218 dan Pasal 219 hanya dapat dituntut berdasarkan aduan. Ayat (2) disebutkan bahwa pengaduan sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) dapat dilakukan secara tertulis oleh Presiden atau Wakil Presiden.