Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Luhut Ajak Work From Bali, Pakar: Harusnya Pemerintah Berhemat

Harapan untuk mendorong pemulihan ekonomi berbasis pariwisata di Bali dirasa sebagai pemborosan anggaran.
Pekerja menggunakan alat pelindung diri saat melayani wisatawan di Hotel Puri Santrian, Sanur, Denpasar, Bali, Kamis (2/7/2020). Pemerintah Provinsi Bali berencana mewajibkan sertifikasi protokol kesehatan COVID-19 pada tatanan normal baru bagi usaha pariwisata dan objek wisata di Pulau Dewata yang akan mulai diverifikasi 3 Juli 2020./Antara-Nyoman Hendra Wibowon
Pekerja menggunakan alat pelindung diri saat melayani wisatawan di Hotel Puri Santrian, Sanur, Denpasar, Bali, Kamis (2/7/2020). Pemerintah Provinsi Bali berencana mewajibkan sertifikasi protokol kesehatan COVID-19 pada tatanan normal baru bagi usaha pariwisata dan objek wisata di Pulau Dewata yang akan mulai diverifikasi 3 Juli 2020./Antara-Nyoman Hendra Wibowon

Bisnis.com, YOGYAKARTA – Rencana Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi (Menko Marves), Luhut Binsar Pandjaitan, untuk melakukan Work From Bali (WFB) menuai kritik.

Harapan untuk mendorong pemulihan ekonomi berbasis pariwisata di Bali dirasa sebagai pemborosan anggaran. Hal tersebut disampaikan pakar kebijakan publik dari Universitas Gadjah Mada, Profesor Wahyudi Kumorotomo.

“Dengan tingkat penerimaan negara yang masih lemah, seharusnya aparat pemerintah tetap berhemat,” jelas Wahyudi dalam keterangan resminya kemarin (27/5/2021).

Wahyudi menyampaikan bahwa anggaran Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) terus mengalami lonjakan. Pada tahun 2020, anggaran yang semulanya berada di angka Rp450,1 triliun meningkat jadi Rp677,2 triliun. Bahkan, pada tahun ini angkanya telah mencapai Rp951,2 triliun.

Peningkatan anggaran PEN tersebut, menurutnya, jadi hal positif untuk mencegah peningkatan angka pengangguran sembari menggenjot pertumbuhan ekonomi. Meskipun demikian, diperlukan langkah strategis agar anggaran tersebut dapat direalisasikan secara tepat sasaran.

Policy WFB jelas memboroskan anggaran belanja negara oleh aparatur sendiri. Hal ini kemudian dapat dikatakan menunjukkan teladan yang kurang baik kepada masyarakat luas,” jelas Wahyudi.

Selain itu, menurutnya WFB berpotensi memunculkan klaster Covid-19 baru di Bali, khususnya di objek wisata. Beberapa alternatif pun ditawarkan Wahyudi untuk mengubah pariwisata Bali di masa pandemi ini. Seperti wisata minat khusus, wisata spiritual, serta paket wisata lain yang tidak menimbulkan kerumunan.

“Tetapi tidak harus dengan membuat ketentuan agar pegawai ASN beramai-ramai melakukan rapat-rapat dan kegiatan di Bali,” tegasnya.

Sebelumnya, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif memperkirakan program WFB hanya akan mencakup 25 persen ASN dibawah koordinasi Kemenko Marves. Program tersebut diharapkan dapat membantu pemulihan industri pariwisata di Bali. Pasalnya, dalam setahun terakhir, okupansi kamar hotel di wilayah tersebut hanya berkisar di angka 10 persen.

Sejumlah persiapan pun telah dilakukan, seperti percepatan program vaksinasi Covid-19. Luhut meminta agar setidaknya 3 juta warga Bali telah menerima vaksin pada akhir bulan Mei. Selain itu, sejumlah standard operating procedure (SOP) pun bakal disiapkan. Salah satunya adalah dengan melarang ASN untuk membawa serta keluarganya saat program WFB tersebut berlangsung.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper