Bisnis.com, JAKARTA -- PT Rayon Utama Makmur (RUM) telah dua kali mendapat gugatan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) dalam kuran waktu sebulan terakhir.
Pada gugatan yang pertama, perusahaan rayon yang berada di Kabupaten Sukoharjo Jawa Tengah itu berhasil lolos. Sementara gugatan yang kedua, masih berproses di Pengadilan Negeri (PN) Semarang.
Adapun gugatan PKPU masing-masing diajukan oleh PT Swadaya Graha dan PT Indo Bahari Express. Gugatan Indo Bahari didaftarkan pada 22 April 2021 lalu. Menariknya, tak banyak terungkap posisi RUM dalam perkara ini. Siapa sebenarnya pihak yang berada di balik PT RUM?
Dalam penelusuran Bisnis, RUM memang bukan anak usaha dari SRIL. Kendati merupakan entitas terpisah, baik Sritex maupun RUM sama-sama dikendalikan keluarga konglomerat Lukminto.
Profil perusahaan yang terdaftar di Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (AHU) Kemenkumham tahun 2019, mengungkap relasi antara Sritex dengan RUM. Jabatan-jabatan strategis di RUM diketahui diisi oleh orang-orang Sritex.
Posisi komisaris utama, misalnya, terdapat nama Susyana Lukminto yang pada saat bersamaan juga menjabat komisaris utama Sritex. Selain Susyana, ‘orang Sritex’ lainnya seperti Megawati, Iwan Kurniawan Lukminto, dan Iwan Setiawan Lukminto juga menjabat komisaris di pabrik serat rayon itu.
Baca Juga
PT RUM dalam dokumen ini disebut bergerak di bidang industri pembuatan serat buatan dan serat stapel buatan. Total modal dasar senilai Rp2,75 triliun, dengan modal yang telah ditempatkan sebanyak Rp688,7 miliar.
Tak hanya jabatan komisaris, perusahaan yang memiliki saham PT RUM, juga diketahui terafiliasi dengan Sritex, khususnya keluarga Lukminto. PT Kapas Agung Abadi (KAA) menguasai 735.000 saham atau setara Rp674,9 miliar.
Perusahaan ini semula dikendalikan keluarga Lukminto & merupakan induk perusahaan PT Sinar Pantja Djaja (SPD), sebuah perusahaan pemintalan yang diakuisisi Sritex pada 2013.
Menariknya, laporan keuangan Sritex membeberkan proses akuisisi SPD juga tak bisa dilepaskan dari lingkaran keluarga Lukminto. Laporan ini menyebutkan bahwa pada November 2013, Sritex disebut mengambill alih PT SPD dari PT KAA dan Iwan Kurniawan Lukminto sebagai pemegang saham.
Total pengambilalihan saham ini masing-masing sebanyak 104,85 juta dan 11,53 juta lembar yang merepresentasikan 90,00% dan 9,90%. Harga pengalihan yang disepakati pada waktu itu senilai Rp6.213 per saham atau seluruhnya senilai Rp 723,05 miliar.
Berbeda dengan PT Kapas Agung Abadi, Summit Rayon Companny Limited dan PT Jaya Perkasa Textile, dua perusahaan pemilik saham RUM yang masing-masing memiliki 13.500 lembar saham dan 1.500 saham, tak secara tegas berhubungan dengan SRIL.
Hanya, dalam laporan keungan SRIL, baik Sritex, PT Jaya Perkasa Textile maupun PT RUM, dikendalikan keluarga Lukminto.
Laporan keuangan Sritex juga mempertegas bahwa pembangunan PT RUM memang tak bisa dilepaskan dari ambisi Sritex dan keluarga Lukminto untuk memperkuat suplai bahan baku serat rayon produksi pemintalan SRIL.
Perusahaan ini ditargetkan memproduksi 80.000 ton serat rayon dan mengurangi ketergantungan terhadap impor. Keberadaan RUM, bagi Sritex akan memiliki dua manfaat.
Pertama, Rayon Utama Makmur (RUM) bisa mendukung kebutuhan bahan baku serat rayon. Apalagi saat itu, produsen serat rayon di Indonesia hanya ada dua yakni PT Indo Bharat Rayon dan PT South Pacific Viscose. Keberadaan RUM diharapkan memasok 60 persen kebutuhan produksi pemintalan Sritex.
Kedua, selain pasokan bahan baku yang stabil, pembangunan pabrik serat rayon (PT RUM), juga bisa memberi garansi kualitas serat rayon bagi produksi PT Sritex.
Keberadaan PT RUM akan mengurangi perbedaan kualitas serat rayon untuk kebutuhan produksi, yang selama ini disuplai perusahaan yang berbeda-beda.
Bisnis telah mencoba menghubungi salah satu pejabat di PT RUM bernama Pramono melalui sambungan telepon untuk menanyakan hal itu. Namun tak ada respons. Begitupula dengan Komisaris PT RUM Iwan Setiawan Lukminto.