Bisnis.com, JAKARTA - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri membenarkan, bahwa dugaan suap terhadap penyidik KPK berkaitan dengan penanganan perkara korupsi di Pemerintah Kota Tanjungbalai.
"Betul ada kaitan dengan penanganan perkara tindak pidana korupsi jual beli jabatan di Kota Tanjung Balai," ujar Firli Bahuri dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Kamis (22/4/2021).
Firli memastikan, bahwa KPK tidak pernah menghentikan atau tidak menindaklanjuti tindak pidana dugaan jual beli di Pemkot Tanjungbalai.
Bahkan, dia mengatakan sudah mengeluarkan surat perintah penyidikan.
"Proses penyidikan dalam hal pemeriksaan saksi, calon tersangka, maupun penyitaan barang bukti melalui penggeledahan sudah dilakukan. Kami pastikan tidak ada perkara yang berhenti di KPK," kata Firli.
Penyidik KPK Stepanus Robin Pattuju sebelumnya diduga meminta Wali Kota Tanjungbalai M Syahrial menyiapkan Rp1,5 miliar.
Baca Juga
Sebagai gantinya, Stepanus diduga sepakat membantu Syahrial agar kasus penyelidikan dugaan korupsi di Pemerintah Kota Tanjungbalai yang sedang dilakukan KPK tidak naik ke tahap penyidikan.
Syahrial pun menyetujui permintaan itu. Lantas ia mentransfer uang secara bertahap.
"Sebanyak 59 kali melalui rekening bank milik RA, teman dari saudara SRP. MS juga memberikan uang secara tunai kepada SRP. Sehingga, total uang yang telah diterima SRP sebesar Rp 1,3 Miliar," ujarnya.
Tersangka dan Ditahan
Kini, KPK telah menetapkan Stepanus, Syahrial, dan Maskur sebagai tersangka. Keduanya (Stepanus dan Maskur Husain) pun ditahan.
Maskur Husain adalah seorang pengacara.
"Untuk kepentingan penyidikan, tim penyidik melakukan penahanan terhadap para tersangka, yaitu SRP dan MH masing-masing untuk 20 hari ke depan terhitung dimulai 22 April 2021 sampai dengan 11 Mei 2021," kata Ketua KPK Firli Bahuri saat jumpa pers di Gedung KPK, Jakarta.
Stepanus ditahan di Rutan KPK Gedung Merah Putih KPK, dan Maskur di Rutan KPK Cabang Pomdam Jaya Guntur.
"Sebagai upaya antisipasi penyebaran Covid-19 di lingkungan Rutan KPK, tersangka akan lebih dahulu dilakukan isolasi mandiri selama 14 hari pada Rutan KPK Kavling C1," ucap Firli.
KPK juga telah menetapkan Wali Kota Tanjungbalai M Syahrial (MS) sebagai tersangka, namun yang bersangkutan belum dilakukan penahanan.
"Tersangka MS Wali Kota Tanjungbalai saat ini masih dilakukan pemeriksaan intensif," katanya.
Diketahui, Stepanus bersama Maskur sepakat untuk membuat komitmen dengan Syahrial terkait penyelidikan dugaan korupsi di Pemerintah Kota Tanjungbalai untuk tidak ditindaklanjuti oleh KPK dengan menyiapkan uang sebesar Rp1,5 miliar.
"MS menyetujui permintaan SRP dan MH tersebut dengan mentransfer uang secara bertahap sebanyak 59 kali melalui rekening bank milik RA (Riefka Amalia/swasta) teman dari saudara SRP dan juga MS memberikan uang secara tunai kepada SRP hingga total uang yang telah diterima SRP sebesar Rp1,3 miliar," kata Firli.
Terima Uang dari Pihak Lain
Pembukaan Rekening Pembukaan rekening bank oleh Stepanus dengan menggunakan nama Riefka dimaksud telah disiapkan sejak bulan Juli 2020 atas inisiatif Maskur.
"Setelah uang diterima, SRP kembali menegaskan kepada MS dengan jaminan kepastian bahwa penyelidikan dugaan korupsi di Pemerintah Kota Tanjungbalai tidak akan ditindaklanjuti oleh KPK," ungkap Firli.
Dari uang yang telah diterima oleh Stepanus dari Syahrial, kata Firli, lalu diberikan kepada Maskur sebesar Rp325 juta dan Rp200 juta.
Selain itu, KPK menduga Stepanus tidak hanya menerima uang dari Syahrial.
"MH juga diduga menerima uang dari pihak lain sekitar Rp200 juta sedangkan SRP dari bulan Oktober 2020 sampai April 2021 juga diduga menerima uang dari pihak lain melalui transfer rekening bank atas nama RA sebesar Rp438 juta," kata dia.
KPK akan mendalami penerimaan uang dari pihak lain tersebut.
Atas perbuatan tersebut, Stepanus dan Maskur disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12B Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sedangkan, Syahrial disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.